Tepat di bulan Ramadhan tahun kemarin, kami serombongan sowan menghadap Habib Luthfi bin Yahya di kediamannya di Pekalongan. Ba'da Isya kami serombongan berlima menghadap Habib Luthfi di ruangan yang biasa beliau menerima para tamu. Di sana sudah banyak tamu yang berjejer mengantri mengutarakan maksud dan keperluan.
Sebelum rombongan kami dipersilakan, Habib Luthfi lebih dulu mempersilakan salah seorang santri Lirboyo yang hendak meminta "tash-hih" (koreksi) atas buku karya ilmiah tamatannya. Perlu diketahui, di Pesantren Lirboyo setiap jenjang akhir (tamatan) aliyah ada tim kodifikasi yang ditugasi menyusun karya-karya ilmiah dan menerbitkannya menjadi sebuah buku. Per-tahunnya minimal ada 3 jilid besar karya baru yang berhasil ditelorkan para santri tamatan. Kembali ke cerita, santri itu lalu membuka buku yang hendak ditash-hih dan mengutarakan inti pembahasan pada Habib Luthfi.
Saya yang tepat di belakangnya tentu bisa melihat betul dan menyimak dengan jelas. Pertanyaan inti yang diutarakan santri itu, sehingga memerlukan koreksi Habib Luthfi, sudah barang tentu bukan pertanyaan ringan. "Kron...", panggil Abah Habib kepada Syukron Ma'mun Cirebon yang duduk persis di sampingku. "Ambilkan kitab ini... di rak sekian... lalu buka pada bab ini, halaman sekian dan baris ke sekian", lanjut Abah Habib menyebut dengan detail kitab yang dimaksud; judul, letak, bab, halaman dan barisnya, di luar kepala.
Dengan segera Kang Syukron mengambilkan kitab tersebut di perpustakaan pribadi milik Habib Luthfi, yang kemudian disuruh menyerahkannya pada si santri. Kitab itu lalu dibuka pada bab, halaman dan baris sesuai petunjuk Abah Habib di atas. "Tolong baca," pinta Habib Luthfi.
Si santri lalu membacakannya, Habib Luthfi yang menjelaskan kemudian. Sesekali keduanya seakan sedang adu argumen, hanya saja Habib Luthfi sangat mumpuni menjabarkannya dengan sangat detail di luar kepala. Kira-kira setengah jam kemudian baru selesai, tibalah rombongan kami yang dipersilakan menghadap.
Bisa jadi seperti inilah cerminan para ulama-kiai terdahulu. Mereka alim 'allamah, pun lama studi di Timur Tengah, tapi tidak suka obral dalil saat ceramah. Karena kalau mau obral dalil bukan di ceramah tempatnya, melainkan di LBM (Lajnah Bahtsul Masail). (Syaroni As-Samfuriy).
0 komentar:
Posting Komentar