Dulu di negeri Yaman
pernah terjadi fitnah (konflik) yang sangat dahsyat, antar qabail (suku)
saling terlibat kontak senjata. Meskipun para ulama sudah turun tangan menasihati
mereka untuk secepatnya melakukan gencatan senjata namun tampaknya mereka tidak
menggubris nasehat para ulama tersebut. Para ulama khawatir jika konflik
dibiarkan terus-menerus dan tidak secepatnya diredam maka bala’
(musibah) akan turun.
Akhirnya para
ulama min ahlil kasyf (ulama-ulama yang waskito) baik dari kalangan
habaib maupun non-habaib semuanya berkumpul di kota Tarim. Mereka mencaritahu
siapa kiranya orang yang bisa meredam konflik yang terus berkepanjangan. Padahal
waktu itu wali-wali besar seperti Syaikh Abu Bakar bin Salim masih hidup. Dan setelah
mereka berhasil menemukan orangnya yaitu Habib Syaih bin Ahmad bin yahya, akhirnya
para ulama Yaman sepakat menunjuk beliau sebagai taskitul fitan (peredam
konflik). Konon Syaikh Abu Bakar bin Salim lah yang menunjuk beliau sebagai
peredam konflik.
Habib Syaih bin
Ahmad bin Yahya adalah “Wali Mastur”. Kewalian beliau tidak begitu terkenal
seperti wali-wali yang lain. Wali Mastur artinya wali yang tersembunyi, namun
bukan berarti tidak terlihat, beliau ada di tengah-tengah masyarakat tapi
identitas kewaliannya tidak bisa diketahui oleh orang lain kecuali orang-orang
tertentu.
Saat itu beliau
tinggal di kampung Masileh, dan daerah yang sedang dilanda perang saudara ada
di daerah Gharrat. Setelah mendapat tugas dari para ulama Yaman untuk meredam
konflik beliau langsung bergegas menuju kampung Gharrat. Setibanya di sana
beliau memohon kepada Allah agar perang saudara yang sedang menimpa negerinya
segera berakhir.
Tak berapa lama
kemudian langit yang sebelumnya diliputi oleh awan berwarna hitam pekat yang
sangat gelap bercampur api berwarna merah yang siap meluluhlantakan negeri Yaman
akhirnya lenyap seketika dan diiringi dengan turunnya hujan yang sangat deras. Dan
berkat doa beliau semua suku yang terlibat kontak senjata pun akhirnya menyerah
dan minta diatur sama Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya. Berkat doa beliau pula
negeri yang dulunya dilanda perang saudara akhirnya mulai berangsur kondusif. Sehingga
beliau terkenal sebagai juru damai dan Taskitul Fitan (peredam
fitnah/konflik).
Sampai akhir
hayatnya beliau menetap di kampung Gharrat dan dimakamkan di kampung tersebut. Catatan
ini berdasarkan penuturan dari Maulana Habib M. Luthfi bin Yahya saat Pengajian
Ramadhan tahun 2016. Dua tahun sebelumnya, yakni di Pengajian Ramadhan tahun
2014, Maulana Habib Luthfi bin Yahya menuturkan bahwa al-Quthb al-Habib Syaikh
bin Ahmad bin Yahya adalah wali yang mencintai petani. “Barangsiapa bertani,
bertawassullah pada Habib Syaikh, insya Allah taninya hasil.” Tutur Maulana
Habib M. Luthfi bin Yahya. (Sumber: Ust. Syahudi, Ust. Syukron Ma’mun dan
IBJ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar