Satu kaidah dalam ushul fiqih yang barangkali dianggap orang sebagai menggiring fiqih kepada bentuk yang tidak kontekstual (muqtadhal hal), adalah:
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
"Al-'ibrah bi'umum al-lafdzi la bikhushush as-sabab".
Kaidah ini banyak diterjemahkan begini, "Yang menjadi perhatian di dalam menetapkan hukum fiqih adalah rumusan (tekstual) suatu dalil, bukan sebab yang melatarbelakangi turunnya ketentuan (dalil) tersebut".
Menerjemahkan "La" dengan "bukan" seperti terjemahan di atas adalah salah. "La" di situ berarti "bukan hanya" (la li al-'athaf bukan la li al-istidrak). Jadi latarbelakang, asbab an-nuzul maupun asbab al-wurud (sebab turunnya ayat al-Quran dan al-Hadits), tetap menjadi pertimbangan penting dan utama.
Terjemahan yang benar dari kaidah itu adalah, "Suatu lafadz (kata atau rumusan redaksional sebuah dalil) yang umum ('amm), mujmal maupun muthlaq (yang berlaku umum) harus difahami dari sudut keumumannya, bukan hanya dari latarbelakang turunnya suatu ketentuan".
Dengan demikian ketentuan umum itu pun berlaku terhadap kasus-kasus cakupannya, meskipun mempunyai latarbelakang berbeda. Sebab jika dalil-dalil al-Quran maupun hadits hanya dipahami dalam konteks ketika diturunkannya, maka akan banyak sekali kasus yang tidak mendapatkan kepastian hukum. (Disadur dari buku Nuansa Fiqih Sosial karya KH. MA. Sahal Mahfudh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar