Halaman

Sabtu, 31 Oktober 2015

HABIB ABU BAKAR AL-ADNIY YAMAN DAN GAGASANNYA


Hadhramaut sejak belasan abad yang silam dikenal sebagai kawasan yang melahirkan kaum shalihin dan para ulama, dari sanalah muncul para wali dan dai yang mengenalkan manusia pada Tuhannya. Dari masa ke masa Hadhramaut selalu dihuni oleh manusia-munusia terpilih yang menjadi penyambung lidah nubuwah.

Dewasa ini kita kenal para ulama asal Hadhramaut yang sangat luar biasa, di tanah air nama al-Habib Salim asy-Syathiri dan al-Habib Umar bin Hafidz tidaklah asing di telinga, lantaran keduanya sering berkunjung ke Indonesia dan mempunyai murid yang tersebar di berbagai pelosok negeri ini. Sedangkan di Hadhramaut sendiri ada seorang ulama besar yang dikenal oleh publik Yaman sebagai cendikiawan Muslim, meski di Indonesia namanya tidak sering terdengar. Beliau adalah al-Habib Abubakar al-Adni bin Ali al-Masyhur, seorang ulama yang mempunyai pemikiran cemerlang di Abad ini, sosok dan kepribadiannya adalah ulama rabbani yang sesungguhnya.

Dilahirkan di kota Ahwar pada tahun 1366 H. Dari keluarga yang cinta ilmu dan dakwah, sehingga sejak beliau masih belia kedua orangtuanya telah membuatnya hafal al-Quran. Beliau belajar pada para ulama yang berada di kawasan Hadhramaut, seperti Ahwar, Aden, dan sekitarnya.

Sejak berumur 14 tahun beliau telah dilatih oleh ayahnya untuk berdakwah, beliau bercerita bahwa di usia yang cukup muda itu sang ayah telah memerintahnya untuk membuat konsep khutbah Jum'at, setelah itu dibaca di depan sang ayah sebelum akhirnya disampaikan di mimbar.

Ketika ada orang bertanya akan pengaruh orangtua pada beliau, beliau menjawab: "Hampir di semua sisi hidupku, aku tidak lepas dari pengaruh orangtuaku. Ayahku adalah sosok yang sangat disiplin pada waktu, beliau sangat perhatian pada pendidikan keluarga termasuk pendidikanku dan saudara-saudaraku. Disamping itu beliau adalah pendidik yang mengajarkan arti dan tujuan hidup ini padaku. Dari perilakunyalah aku banyak belajar tentang arti hidup ini, disamping kerap kali aku mendengar ceramah-ceramah beliau dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan pada umat. Sering aku menyaksikan cucuran air mata beliau di tengah malam saat beliau membaca al-Quran atau bermunajah pada Allah."

Disamping belajar pada para ulama secara tradisional beliau juga belajar di sekolah hingga lulus dari Universitas Aden jurusan tarbiyah.

Di masa remaja, beliau menyaksikan intimidasi dan tekanan yang dilakukan oleh pemeritahan komunis pada rakyat Yaman terutama pada para tokoh dan ulama, termasuk pada keluarga beliau. Hal ini membuat beliau keluar dari tanah kelahirannya menuju Saudi Arabia. Kejadian itu beliau tulis dalam sebuah karya sastera yang berjudul al-Khuruj min Dairat al-Hamra.

Sesampainya di Hijaz beliau diperintahkan oleh sang ayah untuk menjadi imam di salah satu masjid di Kota Jeddah sekaligus sebagai khatib dan guru. Mula-mula beliau ingin melanjutkan studinya ke al-Azhar, Mesir. Namun orangtua beliau kurang berkenan dan bahkan menganjurkan untuk belajar pada al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf.

Rupanya al-Habib Abdul Qadir membuat beliau terlena dalam samudera ilmu dan makrifah sehingga keinginan beliau untuk ke Mesir menjadi sirna. Dalam masalah ini beliau bercerita: "Keinginanku untuk belajar ke Mesir menjadi lenyap setelah aku berjumpa dengan al-Habib Abdul Qadir. Sebab tujuan dan keinginanku telah kujumpai di kota ini, sesuatu yang kutemukan pada diri al-Habib Abdul Qadir adalah luasnya masyhad, ilmu yang memadai, kejernihan akal, dan kesungguhan orientasi serta akhlak nubuwah yang sempurna."

Maka sejak saat itu beliau dekat dengan sang guru ini, entah berapa puluh kitab yang dibaca di depan gurunya, hingga akhirnya beliau menjadi salah satu murid istimewa al-Habib Abdul Qadir Assegaf, dan beliau sendiri telah menulis riwayat hidup sang guru dengan lengkap.

Sejak enyahnya kaum komunis dari Yaman Selatan, dan terjadinya persatuan antara Yaman Selatan dengan Yaman Utara, beliaupun pulang ke Yaman dengan membawa pemikiran cemerlang di dalam menciptakan kehidupan yang kondusif dan damai di Negara Yaman, beliau termasuk ulama pertama yang mempropagandakan persatuan pemikiran dan jiwa pada masyarakat Yaman setelah Negara mereka bersatu.

Di sinilah kiprah beliau mulai tampak, beliau membuka puluhan pondok pesantren di berbagai pelosok Negeri Yaman, disamping mendirikan pusat-pusat pendidikan yang jumlahnya tidak kurang dari 83 cabang. Beliau mampu menggabungkan sistem pendidikan akademi modern dan sistem pendidikan tradisional. Sehingga mayoritas murid-murid beliau adalah para sarjana dan cendikiawan yang ada di Yaman. Perhatian beliau pada karya-karya ilmiah yang sangat luar biasa menuntut beliau untuk mendidirikan pusat-pusat penelitian dan kajian untuk para pelajar.

Beliau juga aktif mengadakan seminar dan kajian intensif seputar dakwah dan ilmu keislaman, begitu juga beliau banyak mendirikan forum dan klub-klub atau yang lebih dikenal dengan istilah muntadayat di berbagai daerah di Yaman.

Pemikiran dan Gagasan

Yang istimewa pada sosok al-Habib Abu Bakar ini adalah gagasan-gagasan cemerlang beliau di dalam menyelesaikan berbagai problem umat. Yang beliau tuangkan dalam karya-karya beliau yang saat ini telah mencapai 150 lebih dalam berbagai disiplin ilmu. Mulai dari ilmu fiqih, sejarah, sastra, fikrah, dakwan dan manahajiah. Bahkan beliau telah menghasilkan beberapa karya yang belum pernah ditulis oleh ulama sebelumnya. Inilah yang membuat penulis tertarik menulis sosok dan pemikiran al-Habib Abu Bakar al-Adniy al-Masyhur.

Ada beberapa pemikiran menarik yang bersifat global yang menurut hemat penulis sangat pas untuk dimengerti oleh kaum Muslimin Indonesia. Diantaranya adalah pemikiran beliau tentang madrasah abawiyah yang mempunyai lawan madrasah anawiyah. Beliau memang mempunyai istilah-istilah tersendiri di dalam berbagai pemikiran baru yang beliau gagaskan. Seperti Fiqih Tahawwulat, Sunnah Mawaqif, Mutsallats al-Madmuj, Manhaj al-Wai wa as-Salamah dan berbagai istilah-istilah menarik lainnya.

Fiqih Tahawwulat

Selama ini kaum Muslimin mengenal rukun agama ada tiga, yaitu; Islam, Iman dan Ihsan. Tiga hal inilah yang harus diketahui oleh setiap orang mukallaf, dan sumber dari tiga dasar agama ini berasal dari hadits Nabi yang terkenal dengan Hadits Jibril. Yaitu hadits ketika Malaikat Jibril datang pada Rasulullah Saw. dengan menyerupai seorang manusia. Jibril datang dan bertanya tentang tiga hal, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Selanjutnya Jibril bertanya kapan kiamat? Yang dijawab oleh Rasulullah dengan jawaban; yang ditanya tidak lebih mengetahui dari yang bertanya. Kemudian Malaikat Jibril bertanya tentang tanda-tandanya, setelah puas dengan jawaban Nabi, Malaikat Jibril pergi. Setelah itu Rasulullah bersabda pada para sahabat yang menyaksikan semua itu: "Dia itu Jibril yang mengajarkan agama kalian."

Dari hadits itulah ulama mengambil kesimpulan bahwa rukun agama ada tiga, namun menurut Habib Abu Bakar rukun agama ada empat, dengan tambahan mengetahui tanda-tanda kiamat. Rukun ke-empat ini diistilahkan oleh beliau dengan istilah fiqih tahawwulat. Bedanya dengan tiga rukun yang pertama, rukun keempat bersifat elastis atau selalu berubah tergantung marhalah (masa)nya. Sedangkan yang lainnya bersifat baku yang tidak bisa berubah dengan peredaran waktu dan zaman.

Adapun faidah mengetahui fiqih ini adalah: mengetahui sikap yang benar dalam menyikapi berbagai fitnah yang timbul di sepanjang masa, dengan berdasarkan nas nabawiy. Dimana fitnah yang menjadi tanda-tanda kiamat akan terjadi sepanjang masa, sejak masa Rasulullah hingga pada puncak terjadinya kiamat.

Istinbat/pengambilan fiqih tahawwulat ini berdasarkan teks-teks suci al-Quran dan al-Hadits dengan menggabungkan antara sejarah peradaban dan realitas masyarakat saat ini. Menurut beliau, tidak sedikit para ulama yang terjebak menjadi pembantu Iblis dan Dadjjal tanpa menyadari akan hal itu, penyebabnya adalah mereka tidak memahami fiqih tahawwulat.

Beliau juga mencontohkan sikap para sahabat dan ulama yang menunjukan akan pemahaman mereka terhadap fiqih tahawwulat ini, seperti sikap Imam Ali bin Abi Thalib ketika menghadapi fitnah pemberontak dan Khawarij, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah menurut beliau termasuk salah satu dari sahabat yang faham betul akan fiqih ini.

Sedangkan dari kalangan ulama beliau mencontohkan sikap al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa yang hijrah dari Basrah menuju Hadhramaut, atau sikap Faqih al-Muqaddam yang mematahakan pedangnya dan bergabung dalam dunia tasawuf.

Yang jelas pemikiran beliau ini sangat membantu generasi muda dalam menyikapi berbagai persoalan yang timbul saat ini. Orang yang faham akan fiqih ini akan bersikap dengan dasar nas nabawiy, bukan dengan dasar emosional atau ikut-ikutan. Masalah ini diistilahkan oleh beliau dengan Sunnah al-Mawaqif (cara bersikap/berindak).

Itulah sekilas dari salah satu pemikiran beliau yang tidak pernah disentuh oleh ulama sebelumnya, dan masih banyak gagasan dan pemikiran beliau yang sangat menarik untuk kita telaah. Dan Alhamdulillah saat ini telah ada sekitar 30 pelajar asal Indonesia yang berada dalam bimbingan beliau, dimana sebelumnya beliau belum menerima santri asal Indonesia. (Oleh: Habib Hamid Ja’far al-Qadri)

http://www.muslimedianews.com/2015/11/mengenal-sosok-dan-pemikiran-al-habib.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar