Halaman

Sabtu, 19 September 2015

MAKAM WALI DI LERENG GUNUNG LAWU

Suatu ketika saya menelpon seseorang karena suatu keperluan. Posisi dia berada di Lahat Sumatera Selatan. Di tengah perbincangan itu dia bercerita tentang Mbah Utsman saat berada di lereng gunung Lawu.

Hadhratus Syaikh KH. M. Utsman al-Ishaqi di lereng gunung Lawu bukan untuk berdakwah, seperti yang sebagian orang sangka, tetapi di situ ada sebuah makam seorang kekasih Allah yang tidak terawat. Mbah Utsman hendak membersihkan makam tersebut serta bermaksud untuk tinggal di sana beberapa hari.

Namun baru dapat sekian hari, penduduk digemparkan adanya penyakit yang tidak lazim dan menular kepada yang lain. Segala upaya sudah dicoba tapi tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Lalu sebagian penduduk berpendapat, "bagaimana kalau kita minta tolong pada orang yang tinggal di makam sebelah sana, mungkin dia bisa membantu kita."

Kemudian beberapa orang datang mewakili penduduk yang lain dan menyampaikan keperluannya kepada orang yang ada di makam itu yang tidak lain adalah Mbah Utsman. Lalu Mbah Utsman minta air dan air tersebut dibacakan doa. Kemudian segelas air tersebut diperintahkan untuk diminumkan kepada siapa saja yang terkena wabah penyakit tersebut.

Alhamdulillah, dengan izin Allah, orang yang telah meminum air yang dibacakan doa oleh Mbah Utsman spontan sembuh. Akhirnya kejadian tersebut mengundang reaksi dari penduduk setempat. Mereka berbondong membawa segelas air dari rumahnya masing-masing datang ke makam untuk menjumpai Mbah Utsman. Mereka meminta Mbah Utsman berkenan membacakan doa atas air yang mereka bawa. Terutama bagi penduduk yang keluarganya terjangkit wabah penyakit tersebut.

Setelah itu masyarakat memohon dengan sangat agar Mbah Utsman berkenan tinggal di masjid saja dan jangan di makam seperti itu. Karena niat Mbah Utsman berdiam di makam itu dirasa sudah cukup, maka Mbah Utsman menuruti kemauan masyarakat lereng gunung Lawu itu.
Keterangan foto: Hadhratus Syaikh KH. M. Utsman al-Ishaqi digandeng Kyai Masbuhin Faqih saat usia mudanya (sekarang Pengasuh Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin Suci) saat acara Haul Desa Suci di Masjid lama Suci Gresik.

Tak lama Mbah Utsman tinggal di masjid di lereng gunung Lawu itu, sekitar 30-40 harian, lalu Mbah Utsman pamit untuk kembali ke keluarganya di Surabaya. Dengan berat hati dan terpaksa penduduk di sana akhirnya merelakan kepergian Mbah Utsman. Mereka berbondong-bondong turut mengantarkan Mbah Utsman sampai di gerbang desa dengan deraian air mata.

Satu catatan penting yang harus diingat, bahwa Mbah Utsman sudah berkeluarga saat usia beliau 17 tahun. Di usia 19 tahun beliau sudah mempunyai anak. Jadi jelas Mbah Utsman tidak mungkin punya banyak waktu untuk berdakwah ke mana-mana dengan meninggalkan keluarganya. Wallahu A'lam. (Sumber: KH. Ahmad Danyalin, cucu Hadhratus Syaikh KH. M. Utsman al-Ishaqi).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar