Halaman

Sabtu, 27 September 2014

Cara Cerdik Mbah Wahab Mendamaikan Konflik Politik





Sejak kemerdekaan RI pada tahun 1945, para elit politik Indonesia mengalami disintegrasi bangsa. Mereka saling mencurigai, menyalahkan, tidak mau duduk dalam satu forum. Apalagi banyaknya partai politik yang masing-masing merasa benar. Kondisi seperti ini membuat Bung Karno galau, resah dan gelisah. Kebuntuan politik seperti ini membuat masing-masing elit politik tidak mau bertemu. Agar mereka tidak merasa malu untuk meminta maaf dan memaafkan, maka harus dicari format silaturrahim yang tepat.

Ketika memasuki bulan Ramadhan, tepatnya pada tahun 1948, sudah menjadi sebuah tradisi bahwa kyai NU memiliki banyak gagasan yang menarik. Oleh karena itulah Bung Karno memanggil KH. Wahab Hasbullah ke Istana Negara guna dimintai saran dan gagasan untuk keluar dari situasi seperti ini. Setelah Bung Karno usai mengutarakan unek-unek politiknya, barulah KH. Wahab Hasbullah memberikan gagasannya. Sarannya itu ternyata silaturrahim di Hari Raya Idul Fithri karena tak lama lagi akan tiba. Kemudian Bung Karno menjawab singkat: “Silaturrahim itu kan sudah biasa. Saya ingin istilah yang lain.”

Mendengar jawaban itu KH. Wahab Hasbullah akhirnya memikirkan istilah yang tepat untuk forum silaturrahim tersebut. Kemudian beliau mengatakan: “Itu gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa, maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahim nanti kita pakai istilah ‘Halal Bi Halal’.”

Berangkat dari saran KH. Wahab Hasbullah itulah kemudian Bung Karno mengundang semua tokoh elit politik untuk datang ke Istana Negara dalam rangka menghadiri silaturrahim yang diberi judul “Halal Bi Halal”. Semua elit politik tidak menyadari jika istilah itu merupakan ajang saling memaafkan antara elit politik yang selama ini beku.

Ternyata, mereka datang semua dan bisa duduk dalam satu forum untuk menyusun kekuatan dan persatuan Bangsa Indonesia yang selama ini sedang terjadi disintegrasi. Sejak tahun itulah Halal Bi Halal dilakukan hingga saat ini. Dan ini juga menjadi bukti nyata bahwa Halal Bi Halal merupakan produk asli Indonesia. (Disadur dari Majalah al-Haromain edisi 97 Syawal-Dzul Qa’dah 1435b H/Agustus 2014 M halaman 14-15).

Nb: Banyak versi yang berbeda mengenai asal-usul istilah dan tradisi Halal bi Halal di Indonesia.

Sya’roni As-Samfuriy, Ketintang Barat 27 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar