Mengetahui
semakin maraknya berita yang meliput tentang kerusakan moral Bangsa
Indonesia sebagaimana yang sering kita baca, dengar, ataupun lihat dalam berbagai
media masa, mulai dari tawuran, pemerkosaan, pencurian, hingga pembunuhan,
hati kami merasa tergugah untuk memberi sedikit sumbangan pemikiran dalam
sebuah tulisan yang membahas tentang apa yang kami ketahui seputar manhaj madrasah
Hadhramaut.
Karena sudah
beberapa tahun kami tinggal di Hadhramaut, dan setelah sekian waktu
meneliti, memahami, serta merasakan atsar dari madrasah ini, kami bisa
menyimpulkan bahwa barangsiapa yang mau mempelajari dan menerapkan manhaj ini
dalam kehidupan sehari-hari, niscaya kebaikan akan senantiasa menyelimuti, hal
ini pun bisa menjadi salah satu solusi untuk membangun karakter pendidikan Bangsa
Indonesia di kedepannya nanti.
Mengenal Madrasah Hadhramaut
Madrasah Hadhramaut
adalah suatu istilah yang belakangan ini mulai populer di kalangan para pecinta
habaib di Hadhramaut, khususnya bagi mereka yang telah mereguk ilmu dari para
guru yang memiliki sanad keilmuan serta nasab yang bersambung hingga Rasulullah
Saw. Istilah ini awal kali dipopulerkan oleh salah satu guru kami yang bernama
Habib Abu Bakr bin Ali al-Masyhur al-Adni dalam pengajaran beliau maupun dalam
berbagai kitab yang telah beliau karang, seperti kitab ad-Dalail
an-Nabawiyyah al-Mu’abbirah ‘an Syaraf al-Madrasah al-Abawiyyah dan kitab-kitab
beliau yang lain.
Madrasah dalam
hal ini yang dimaksud bukanlah suatu institusi ataupun lembaga tertentu,
melainkan yang dimaksud adalah suatu manhaj atau konsep pemikiran yang diusung
oleh para pendahulu, yang sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Thariqah Alawiyyah
yang dinisbatkan kepada Habib Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir Ilallah.
Thariqah yang berasaskan pada al-Quran, sunnah, dan kalam-kalam hikmah dari
para pendahulu yang shaleh ini memiliki 5 prinsip dalam menyebarkan kebaikan dan
kemanfaatan bagi masyarakat. Kelima prinsip tersebut adalah ilmu, amal, wara’,
ikhlas dan takut hanya kepada Allah Swt.
Jika kita
berbicara tentang Madrasah Hadhramaut, maka kita tidak akan bisa lepas dari
berbicara tentang ilmu tasawwuf, yaitu ilmu yang membahas tentang pembersihan
jiwa serta perbaikan hati dan akhlak, hal ini sebagaimana yang pernah
disampaikan oleh guru kami Habib Ali bin Abdurrahman al-Jufry dalam suatu
pengajaran beliau. Jika kita mau melihat dan merenungi akan permusuhan, peperangan,
serta kerusakan moral yang terjadi di sekitar kita, maka kita akan menemukan
bahwa penyebab utama dari itu semua tidak lain adalah karena kurangnya
perhatian masyarakat terhadap kebersihan hati serta jiwa mereka.
Guru kami Habib
Umar bin Muhammad bin Hafidz pada suatu kesempatan pernah menuturkan bahwa: “Seandainya
hati dan jiwa semua orang sudah bersih, niscaya kerusakan dan peperangan di
muka bumi ini tidak akan pernah terjadi.”
Penerapan Manhaj Madrasah Hadhramaut
Keberuntungan
dan kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh seberapa jauh dia mau
untuk berusaha membersihkan jiwa serta hatinya. Barangsiapa yang tekun
dalam bermujahadah untuk membersihkan jiwa dan hatinya dari sifat-sifat yang
tecela, maka dia adalah orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang tidak mau
berusaha untuk membersihkan jiwa dan hati kemudian menghiasinya dengan sifat-sifat
yang terpuji, maka sungguh dia adalah orang yang benar-benar merugi.
Sebagaimana firman
Allah Swt. dalam surat asy-Syams ayat 7-10 yang maknanya: “Demi jiwa
dan kesempurnaan penciptaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan
kafasikan dan jalan ketakwaan. Sungguh beruntung bagi orang yang mau
membersihkan jiwanya, dan sungguh merugi bagi orang yang telah mengotorinya.”
Dan sebagaimana
sabda Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam
Muslim: “Sesungguhnya di dalam diri manusia terdapat segumpal daging,
jika baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, namun jika buruk
maka akan buruk pula seluruh anggota tubuh yang lainnya. Segumpal daging itu
tidak lain adalah hati.”
1.
Pembersihan
Jiwa
Jiwa atau
dengan kata lain nafsu, adalah salah satu komponen yang dimiliki oleh
semua manusia. Oleh karena itu, setiap manusia berpotensi untuk berbuat
kebaikan dan berbuat keburukan, baik muda atau tua, muslim atau kafir, laki-laki
ataupun perempuan. Nafsu yang terdidik dan terlatih untuk berbuat kebaikan
akan mudah untuk menerima serta mengerjakan kebaikan. Sebaliknya, nafsu
yang terlantarkan dan tidak tersucikan akan mudah untuk menerima dan mengerjakan
keburukan. Apalagi di dalam al-Quran dijelaskan bahwa nafsu itu memiliki
sifat yang selalu condong pada keburukan. Jadi, nafsu yang ada di dalam setiap
diri kita, jika tidak kita sibukkan dengan kebaikan, maka ia akan menyibukkan
kita dengan keburukan.
Bagaimanakah
cara untuk membersihkan jiwa? Ada 2 tahap, yang pertama adalah
mujahadah, yaitu dengan mengekang keinginan hawa nafsu yang selalu mengajak
pada keburukan. Syaikh Muhammad al-Bushiri dalam Qashidah Burdahnya menuturkan
bahwa: “Jangan harap dengan terus-menerus berbuat maksiat dan menuruti
hawa nafsu, engkau akan bisa menundukkan nafsumu, karena nafsu tak ubahnya seperti anak kecil yang masih
menyusu, jika keinginannya untuk menyusu dituruti terus-terusan, maka ia akan
terus menyusu sampai besar. Tetapi jika engkau mau menyapih atau menghentikannya,
maka barulah ia akan mau berhenti.”
Tahap yang
kedua adalah riyadhah, yaitu dengan melatih nafsu secara bertahap
dan sedikit demi sedikit untuk diajak dalam berbuat kebaikan. Mengenai hal
ini, guru kami Habib Kadzim bin Ja’far Assegaff pernah menuturkan bahwa:
“Nafsu itu diibaratkan seperti hewan tunggangan, jika sang pemilik
mau melatih dan mendidiknya secara rutin, maka lama-kelamaan ia akan
menjadi nurut kepadanya dan menjadi tunduk atas segala perintahnya.”
2.
Perbaikan
Hati
Allah Swt.
menciptakan hati manusia dan menjadikannya sebagai raja. Sedangkan seluruh
anggota tubuh yang lain adalah sebagai bala tentaranya. Jika rajanya baik maka
bala tentanya akan ikut baik, namun jika rajanya buruk maka bala tentaranya pun
akan ikut buruk. Hati merupakan bagian dari tubuh manusia yang mempunyai peran
yang sangat penting, terutama dalam urusan ibadah kepada Allah Swt. Hal itu
karena setiap perbuatan manusia tidak bisa dinilai sebagai ibadah kecuali dengan
adanya niat, sedangkan niat tempatnya di dalam hati. Selain itu, hati juga
merupakan tempat berteduhnya keimanan serta ketakwaan.
Diantara sifat
yang dimiliki oleh hati manusia adalah bisa dan mudah untuk berubah-ubah,
kadang baik, kadang sakit, dan kadang buruk. Ketika hati baik, maka ia akan
mudah untuk menerima kebaikan, ketika sakit, ia akan merasa berat dalam
mengikuti kebaikan. Dan ketika buruk, maka ia akan sulit untuk menerima, mencintai,
mengikuti dan mendahulukan kebenaran serta kebaikan.
Bagaimanakah
cara untuk memperbaiki hati? Guru kami Habib Abdullah bin Muhammad Baharun
kurang lebihnya pernah menuturkan bahwa: “Langkah awal dalam proses untuk
memperbaiki hati kita adalah dengan belajar, mengenal dan mencari tahu tentang
macam-macam penyakit hati. Karena barangsiapa yang bodoh terhadap sesuatu, maka
suatu saat dia akan terjerumus ke dalamnya. Kemudian setelah mengetahui,
barulah kita akan sadar dan mengakui bahwa hati kita sangatlah butuh untuk
diobati.”
Di dalam kitab ar-Risalah
al-Jami’ah, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi menyebutkan beberapa macam
penyakit atau maksiat hati, di antaranya adalah ragu terhadap wujudnya Allah
Sang Maha Pencipta, merasa aman dari murka dan siksaNya, berputus asa dari
rahmatNya, cinta dunia, merasa lebih baik dari orang lain, riya’ atau ingin
mendapatkan perhatian, pujian, dan kedudukan dari sesama makhluk, bangga
terhadap diri dan atas amal yang telah dikerjakan, hasud, yaitu tidak senang
dan merasa berat ketika orang lain mendapatkan nikmat, benci, dendam, dengki,
tidak merasa menyesal atas perbuatan buruk dan maksiat yang telah diperbuat,
tidak senang dan merasa berat dalam menjalankan perintah Allah Swt., berburuk
sangka kepada Allah Swt. dan kepada para makhluk ciptaanNya, dan yang terakhir
meremehkan segala sesuatu yang dimuliakan olehNya.
Demikian apa
yang bisa kami tulis, semoga bermanfaat. Dan semoga dengan membaca tulisan ini,
kita semua semakin sadar akan pentingnya membersihkan jiwa dan memperbaiki
hati, sehingga dengan jiwa yang bersih serta hati yang suci, terciptalah masyarakat
yang beradab dan berakhlak dalam lingkungan yang aman, makmur, tentram, serta
penuh dengan rahmat Ilahi. Aamiin. (Ditulis oleh santri al-Ahqaff
Mukalla Hadhramaut: Gus Muhammad Ali Musyaffa).
0 komentar:
Posting Komentar