HASIL
KONFERESNSI INTERNASIONAL ULAMA DAN CENDIKIAWAN MUSLIM DI PONDOK PESANTREN
SALAFIYAH SYAFI’IYAH SUKOREJO SITUBONDO JAWA TIMUR
SABTU- AHAD,
29-30 MARET 2014 M / 27-28 JUMADIL ULA 1435
PENDADULUAN
Umat Islam sedang
ditimpa krisis multidimensi. Kita telah saksikan dan sedang menyaksikan banyak
gejolak dan konflik yang menyebabkan pertumpahan darah umat manusia, seperti
konflik yang terjadi di Tunisia, Libya, Mesir, Syria dan Irak. Diantara faktor
yang menyebabkan ketegangan dan konflik adalah egoisme kelompok, fanatisme
golongan dan faksi-faksi orientasi politik, sehingga tidak pernah dapat
dilakukan penyelesaian masalah dengan cara dialog yang fair dan terbuka, maka
kondisi tersebut dimanfaatkan oleh musuh-musuh umat Islam.
Krisis multidimensi
ini selanjutnya dapat mencabik-cabik keutuhan umat Islam dan menghancurkan
kekuatannya. Maka diperlukan upaya para ulama dan cendikiawan muslim untuk
membimbing dan membina umat Islam dengan cara menyebarkan pemikiran Islam yang
moderat untuk membentuk generasi yang konstruktif, sehingga dapat menyelesaikan
masalah perbedaan dengan cara dialog.
Pada situasi
dan kondisi yang sedang terjadi, maka bertepatan dengan memperingati Satu Abad
(100 tahun) hari lahir Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kabupaten
Situbondo Jawa Timur pada penyelenggaraan Konferensi Internasional Ulama dan
Cendikiawan Muslim (INTERNASIONAL CONFRENCE OF ISLAMIC SCHOLARS) dengan tema:
“PENGUATAN JARINGAN ANTAR ULAMA DAN CENDIKIAWAN MUSLIM UNTUK MENEGUHKAN
NILAI-NILAI ISLAM MODERAT” menyampaikan pokok-pokok pikiran dan rekomendasi
sebagai berikut:
1.
Kita sepakat
yang dimaksud moderasi di sini adalah suatu kebenaran di antara dua kebatilan,
dan suatu kebaikan di antara dua keburukan. Sikap moderasi dimaksud untuk bisa
dilakukan oleh setiap individu dalam pemikiran, akhlak dan prilaku, serta
segala tidakannya, guna melestarikan kebaikan individu maupun kelompok
masyarakat, dengan tanpa adanya radikalisme atau liberalisme. Moderasi di sini
juga diartikan menyepakati segala nas dalil dan sendi-sendi agama yang sudah qath’i
(pasti), dan mentolerir nas dalil yang debatable (mukhtalaf fih). Dan,
memegang teguh pada metode yang benar, adil serta rahmat untuk menjaga
toleransi dengan tanpa ada tekanan maupun menekan pada kelompok lain dalam
segala lini kehidupan.
2.
Moderasi
pemikiran, yaitu suatu ide yang menyakini puritansi nas-nas agama dalam satu
sisi, serta meyakini adanya korelasi nas suci dengan keadaan waktu dan tempat.
Kemudian tugas bagi para ulama dan umat Islam adalah memberikan pemahaman arti
nas suci tersebut pada tataran praksis, baik dalam masalah syariat, politik,
budaya, kemasyarakatan maupun ekonomi. Ajaran agama Islam termaktub dalam
kumpulan teks suci yang tidak memberi arti dan tidak pula memberi kebaikan dan
rahmat, kecuali adanya orang yang menerjemahkan dan mengaplikasikannya,
sehingga terwujud perwujudan nas suci menjadi realita yang membawa rahmat. Dari
sinilah Allah Swt. berfirman: “Bukanlah kami mengutusmu (Muhammad),
melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” Kita ketahui bersama bahwa
aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah aqidah yang moderat dan mampu sebagai
perekat segenap umat Islam.
3.
Moderasi dalam
upaya penerapan syariah. Yaitu menjauhkan sikap kekerasan dan berlebihan. Dari
sinilah bisa difahami, sesungguhnya Islam adalah agama damai dan rahmat, jauh
dari sifat radikalisme maupun liberalisme. Selalu berpegang pada prinsip:
menegakkan kebaikan dengan sikap baik, dan melarang kemungkaran dengan tanpa
kemungkaran.
4.
Moderasi dalam
bertoleransi. Yaitu memaklumi dan mentolerir adanya eksistensi agama-agama lain
dalam suatu negara. Sebab multi agama dalam kehidupan adalah sunnatullah
(keniscayaan). Kita menteladani sikap Rasullah Saw. dalam Piagam Madinah, yaitu
mengakui atas eksistensi multi agama dan etnis seperti Ahlul Kitab sebagai
kelompok masyarakat. Kita akan bersikap sebagaimana firman Allah Swt.: “Hai orang-orang
yang beriman, bagimu atas dirimu sendiri, tidak ada yang membahayakan bagimu
orang yang sesat, bila telah engkau beri petunjuk.”
5.
Moderasi dalam
berpolitik, yaitu penguatan terhadap teori demokrasi dan hak asasi manusia.
Islam tidak hanya mengajarkan demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi sebuah
konsep yang universal, dengan menghargai sikap demokrasi dengan konsep syuro,
dan menempatkan kedudukan manusia dan hak-haknya pada tempat yang hakiki.
6.
Moderasi di
dalam pendidikan dan pengajaran. Yaitu peningkatan pendidikan bagi umat Islam
dari semua disiplin ilmu. Umat Islam sedang mendapat tantangan dalam bidang
ilmu, teknologi dan informasi. Sebab realitanya, kaum terpelajar dan terdidik
dengan kualifikasi ilmu yang mewadahi tidak sebanding dengan jumlah umat Islam.
Maka kita harus menyiapkan kader yang kompeten sehingga mampu berkompetisi.
7.
Moderasi dalam ekonomi.
Yaitu menyajikan alternativ peningkatan kesejahteraan bagi umat Islam dengan sistem
ekonomi yang sesuai syariah. Agama Islam selalu mendorong pemeluknya untuk
memperkuat ketahanan ekonomi untuk menegakkan agama. Namun kenyataanya
kebanyakan umat Islam bereda dalam kemiskinan yang hanya sebagai penerima zakat
bukan pemberi zakat. Sementara sistem perekonomian dunia dikuasai oleh sistem
kapitalis. Maka kewajiban ulama dan cendikiawan muslim untuk berperan aktif
pada pengetasan kemiskinan dengan sistem ekonomi Islam.
8.
Moderasi dalam
tradisi dan budaya yaitu menyebarkan pemikiran moderat dengan sikap toleran.
Sekarang ini kebanyakan nilai-nilai tradisi dan budaya terpasung pada politik
praktis yang dikendalikan hawa nafsu
yang mengakibatkan pada radikalisme dan liberalisme. Maka kewajiban bagi ulama
dan cendikiawan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat mengenai
pemikiran dan sikap moderat di dalam mempertahankan tradisi, budaya dan selekta
dalam menghadapi transnasional. Indonesia telah berhasil memberi pendidikan
toleransi dengan pengajaran dan pembiasan di Pondok Pesantren.
9.
Rekomendasi ini
ditujukan kepada para ulama, cendikiawan dan para pejabat pemerintah untuk
melaksanakan keputusan ini dan menjaga jaringan antar ulama dan cendikiawan
muslim dalam mengaplikasikan poin-poin hasil konfrensi tersebut.
Marilah kita
memulai untuk memberikan pemahaman pada masyarakat, terhadap pemikiran moderat,
sehingga tercapai pada penerapan pemikiran dan aplikasi perbuatan di setiap
lini kehidupan, baik di dalam permasalahan agama, politik, kemasyarakatan,
ekonomi, budaya dll. Dengan pemikiran moderat ini, berarti telah menolak setiap
pemikiran yang ekstrim dan liberal.
Tertanda: KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy (Pengasuh Pondok Pesantren
Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo) dan DR. KH. A. Hasyim Muzadi (SEKJEN
ICIS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar