Al-Habib Umar
bin Hafidz menegaskan, sikap moderat (wasathiyah) adalah karakter inti ajaran
Islam yang merepresentasikan perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Hal
ini beliau sampaikan dalam acara bedah buku karyanya, al-Wasathiyyah fi al-Islam
(Moderat dalam Perspektif Islam).
Diskusi
bedah buku diselenggarakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman cabang
Hadhramaut di Auditorium Fakultas Syariah dan Hukum, Universtitas al-Ahgaf
Tarim, Hadhramaut, Yaman, Jum’at 27 Desember 2013.
Al-Habib Umar mengutip surat al-Baqarah ayat 143: “Dan
demikianlah Kami (Tuhan) jadikan kalian umat yang ‘wasath’ (adil,
tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (syuhada’) bagi semua
manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian.”
Dalam
ayat tersebut umat Islam dipuji Tuhan sebagai golongan yang ‘wasath’
karena mereka tak terjerembab dalam dua titik ekstrem. Yang pertama,
ekstremitas umat Kristen yang mengenal tradisi “rahbaniyyah” atau
kehidupan kependetaan yang menolak keras dimensi jasad dalam kehidupan manusia
serta pengkultusan terhadap utusan. Yang kedua adalah ekstremitas umat Yahudi yang melakukan
distorsi atas Kitab Suci mereka serta melakukan pembunuhan atas sejumlah nabi.
Al-Habib
Umar mengajak setiap Muslim untuk tidak berlaku tatharruf (ekstrem)
dalam menjalankan ajaran agama. “Ekstrimisme yang terjadi akhir-akhir ini terjadi
karena konsep wasathiyah mulai terkikis. Karenanya, sikap moderat harus
menjelma di setiap dimensi kehidupan seorang Muslim, baik dalam ranah akidah,
pemikiran, etika, maupun interaksi dengan orang lain.” Terang pengasuh Ribath
Darul Mushtafa ini di hadapan 500 pelajar.
.
Al-Habib Umar menyebut Wali Songo sebagai contoh ideal yang
berhasil menerapkan prinsip moderat dalam kegiatan dakwah menyebarkan Islam di
Nusantara. “Dengan sikap moderat yang ditunjukkan Walisongo, Islam dapat
diterima dengan baik di Indonesia,” ujar Habib Umar.
Dalam
kesempatan itu, al-Habib Umar bin Hafidz juga menerima pertanyaan dari peserta
diskusi soal hukum mengucapkan selamat (tahni’ah) Natal kepada umat
Kristiani. Al-Habib Umar menjawab bahwa: “Ucapan tersebut boleh selama tak
disertai pengakuan (iqrar) terhadap hal-hal yang
bertentangan dengan pokok akidah Islam, seperti klaim Isa anak Tuhan dan keikutsertaan
dalam kemaksiatan. Kebolehan ini karena memuliakan para utusan Allah, termasuk
Nabi Isa, adalah diantara hal yang pasti diakui dalam Islam (min
dharuriyyati hadza ad-din).”
Sementara itu,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas al-Ahgaff Dr. Muhammad Abdul Qadir
Alaydrus mengatakan: “Di tengah radikalisme yang marak dalam kehidupan
beragama, makna moderasi perlu diulas kembali. Setiap orang mengaku dirinya
menempuh jalan yang moderat, sehingga pengertian dari terma wasathiyah sendiri harus diperjelas.” Ujar
dosen jebolan Universitas Badhdad tersebut saat memberi sambutan.
Usai
bedah buku, acara Departemen Pendidikan dan Dakwah PPI Hadhramaut ini juga
meluncurkan buku berjudul “Janganlah Berbantah-bantahan yang Menyebabkan Kamu
Menjadi Gentar dan Hilang Kekuatanmu”, sebuah terjemah atas karya al-Habib Umar
bin Hafidz yang berjudul “Wala Tanaza’u Fatafsyalu wa Tadzhaba Riihukum”.
Sya’roni
As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 01 Januari 2014
Disarikan dari:
NU Online http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,45-id,49100-lang,id-c,internasional-t,Habib+Umar+bin+Hafidz++Moderat+Karakter+Inti+Ajaran+Islam-.phpx
0 komentar:
Posting Komentar