Pada hari Natal kita ummat Islam dilelahkan dengan perdebatan-perdebatan seputar Natal. Secara logika cukup aneh, wong mereka yang merayakan tapi kita yang teributkan. Ini belum ditambah hujatan sebagian golongan ke semisal Banser NU yang mengamankan beberapa gereja saat Misa
Aku tidak tahu, hujatan ini dilancarkan apa sebab saking nggak senengnya ke NU atau apa sebab melanggar syariat. Jika tidak suka dengan NU, maka bukan bahasan, namanya orang nggak seneng apa saja yang dilakuin walau baik ya tetap nggak seneng. Tapi jika menghujat atas dasar tudingan bahwa yang dilakukan Banser NU itu menyalahi syariat, maka ini saatnya mempreteli hal itu
Apa benar ataukah salah Banser NU mengamankan Misa? Sebab ada dialog seperti ini (yang cukup tidak logis dan tak sesuai kaidah mantiq):
Bagaimana hukum menjaga orang berzina? “Haram.”
Berat mana dosa zina dengan dosa syirik? “Berat syirik.”
Berarti bagaimana hukum menjaga keamanan orang berbuat kesyirikan? “Lebih haram.”
Dialog yang muqaddimah sughra dan kubra tidak nyambung. Dan tentu saja menghasilkan natijah (kesimpulan dialog) yang kacau dan tidak atas dasar dalil. Sangat tertolak secara ilmiah, karena jika memaksakan logika dalam dialog itu bisa jadi Rasulullah Saw. berdosa besar sebab beliau mengijinkan pendeta-pendeta Nasrani Najran untuk melakukan ritualnya di Masjid Nabawi.
Ketahuan sekali pengarang dialog tadi tidak memahami sejarah Nabi Saw. dengan baik. Soal Banser NU menjaga keamanan Misa jika boleh diperkuat dengan dalil akan sangat bisa kita baca dengan jelas di QS. al-Hajj ayat 40:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
Bahwa permasalahannya adalah bukan mensetujui misa itu secara akidah, namun mengamankan manusianya. Dan kemanusiaan adalah inti dari segala hal yang diatur dan ditetapkan dalam syariah. Jadi kalau boleh pinjam istilah, justru Banser NU ini sedang tathbiq syariah.
Maka menyalahkan atau menghujat Banser NU sebab menjaga misa jika dipelajari lebih dalam adalah bukan soal benar tidak secara hokum. Tetapi lebih pada ketidaksukaan klasik kepada organisasi berbasis orang-orang pesantren ini. Tidak lebih tidak kurang dan juga tidak suudzann. Hanya saja dibungkus dengan isu berbau SARA yang memang disukai oleh para pengacau keamanan itu yang sudah berani pakai atribut jubah dan jenggot .
Alhasil, kembali kepada bahasan Syar’i mengamankan-mengamankan ini, jika kita mempelajari sikap Nabi Saw. pada non Muslim yang tidak memerangi adalah membiarkan mereka dengan ritual-ritualnya. Bahkan saat perang pun Nabi Saw. berpesan untuk jangan membunuh yang sedang ibadah di rumah-rumah ibadah.
Makanya sering saya katakan bahwa mereka yang mengaku Muslim namun beraksi membakar atau meledakkan tempat ibadah artinya melawan al-Quran dan secara spesifik pada ayat 40 dalam QS. al-Hajj tadi. Lagi pula tak ada satupun dalil di al-Quran atau as-Sunnah memerintahkan membakar gereja misalkan. Yang ada malah perintah membakar masjid yang sengaja didirikan untuk memecah belah semisal kasus masjid Dhirar di Madinah. (Oleh: Al-Ustadz Qultu Män Änà)
Wallahu al-Musta’an A’lam
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 26 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar