Daftar Isi:
1.
Kelahiran Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
2.
Pencarian Ilmu Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
3.
Karir Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
4.
Kepribadian Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
a. Syaikh yang Zuhud
b. Syaikh yang Penyayang
c. Pemimpin yang
Pengertian
5.
Akhlak Syaikh Ahmad Ath-Thayyib terhadap Orang yang
Memusuhinya
1.
Kelahiran Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
Beliau adalah imam
agung Syaikh al-Azhar Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Thayyib. Lahir pada
tanggal 3 Shafar 1365 H, bertepatan dengan tanggal 6 Januari 1946 M di sebuah
daerah di provinsi Qina, Mesir sebelah selatan.
Beliau lahir
dari sebuah keluarga yang memiliki nasab yang bersambung kepada Imam Hasan bin
Ali bin Abi Thalib Kw. Sejak kecil beliau gemar menghadiri majelis perdamaian
antar suku yang diadakan oleh kakeknya Syaikh Ahmad Thayyib dan ayahnya Syaikh
Muhammad Thayyib, bahkan beliau pun tetap mengikuti majelis itu ketika telah menjadi
Syaikh al-Azhar saat pulang ke kampung halamannya.
2.
Pencarian Ilmu Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
Masa kecilnya
beliau habiskan di kampungnya. Kemudian beliau belajar di madrasah al-Azhar,
beliau menghafalkan al-Quran dan mempelajari dasar-dasar ilmu dengan metode
al-Azhar.
Setelah
menyelesaikan sekolah menengah di madrasah al-Azhar, beliau masuk ke
Universitas al-Azhar fakultas Ushuluddin jurusan Akidah dan Filsafat hingga
lulus pada tahun 1969. Beliau pun meneruskan pendidikannya di jurusan yang sama
di Universitas al-Azhar hingga mendapatkan gelar Doktor pada tahun 1997.
Jenjang Pendidikan Syaikh Ahmad Ath-Thayyib:
·
Gelar Doktor dalam Akidah dan Filsafat
Universitas al-Azhar tahun 1977.
·
Gelar Master dalam Akidah dan Filsafat
Universitas al-Azhar tahun 1971.
·
Gelar Sarjana dalam Akidah dan Filsafat
Universitas al-Azhar tahun 1969.
·
Ia pernah pergi ke Perancis selama enam bulan
untuk mengadakan penelitian di Universitas Paris dari bulan Desember 1977
hingga 1978.
3.
Karir Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
Karir dalam Pendidikan Syaikh Ahmad Ath-Thayyib:
·
Profesor tahun 1988.
·
Pembantu Profesor tahun 1982.
·
Dosen tetap tahun 1977.
·
Dosen pembantu tahun 1971.
·
Guru praktek tahun 1969.
Karir Syaikh Ahmad Ath-Thayyib:
·
Syaikh al-Azhar (19 Maret 2010-sekarang).
·
Rektor Universitas al-Azhar (28 September 2003 –
19 Maret 2010).
·
Mufti Negara (10 Maret 2002 – 27 September 2003).
·
Pernah menjadi dekan Fakultas Ushuluddin di
Universitas Islam Internasional di Pakistan.
·
Pernah menjadi wakil dekan Fakultas Dirasat
al-Islamiyah wa al-`Arabiyah di kampus al-Azhar putra di Aswan.
·
Pernah menjadi wakil dekan Fakultas Dirasat
al-Islamiyah wa al-`Arabiyah di kampus al-Azhar putra di Qina.
Karir Syaikh Ahmad Ath-Thayyib di Luar Negeri:
·
Pengajar di Universitas Imam Muhammad bin Sa`ud
di Riyadh.
·
Pengajar di Universitas Qatar.
·
Pengajar di Universitas Emirat.
·
Pengajar di Universitas Islam Internasional di Islamabad,
Pakistan.
·
Al-Janib al-Naqdi fi Falsafah Abi al-Barakat
al-Baghdadi.
·
Mabahits al-Wujud wa al-Mahiyah min Kitab
al-Mawaqif, 1982.
·
Mafhum al-Harakah bayna al-Falsafah al-Islamiyah
wa al-Markisiyah, 1982.
·
Madkhal li Dirasah al-Manthiq al-Qadim, 1987.
·
Mabahits al-`Illah wa al-Ma`lul min Kitab
al-Mawaqif, 1982.
·
Penelitian dalam bidang Filsafat Islam bersama
para peneliti lain di Universitas Qatar pada tahun 1993.
·
Komentar terhadab bab ketuhanan dari buku Tahdzib
al-Kalam milik Imam Taftazani, 1997.
4.
Kepribadian Syaikh Ahmad Ath-Thayyib
Akhir-akhir
ini beberapa media yang tak bertanggung jawab atas sumbernya, gencar
memberitakan sosok nomer wahid di lembaga Islam tertua dan terbesar sedunia, al-Azhar
asy-Syarif. Media-media yang sarat akan bau politik itu mencerca, menghina,
melecehkan, menistakan dan menuduh Grand Shaikh al-Azhar, al-Imam al-Akbar Syaikh
Ahmad Thayyib dengan dakwaan yang tak benar adanya.
a.
Syaikh yang Zuhud
Syaikh Ahmad Thayyib
adalah seorang ulama yang sangat zuhud dan mengaplikasikan norma-norma agama
melalui ilmu syariat dan tasawuf. Beliau menjadi salah satu pimpinan tarekat
tasawuf di tanah kelahirannya di daerah Luxor setelah ayahanda beliau wafat.
Sisi kehidupannya yang nyufi ini terbukti dengan beliau menyewa sebuah rumah di
kawasan Nashr City dalam jangka waktu yang sangat panjang. Beliau hanya tinggal
seorang diri lantaran keluarga beliau berada di Luxor.
Setelah beliau
ditetapkan menjadi Grand Syaikh al-Azhar, pemilik rumah yang disewa oleh Syaikh
Thayyib, menggratiskan rumah itu untuk Syaikh sembari berkata kepada beliau: “Ya Syaikh, engkau sekarang menjadi Imam
Besar al-Azhar, jangankan hanya rumah sederhana ini, Anda pun berhak menunjuk
sebuah fila di bilangan Tajammu’ dan saya yakin tak seorang pun yang akan menolak
permintaan Anda itu.”
Syaikh Thayyib
hanya menganggap pernyataan pemilik rumah itu sebagai lelucon, meskipun si
pemilik rumah itu mengutarakannya dengan penuh sungguh-sungguh. Dan Syaikh Thayyib
pun tetap membayar sewa rumah itu.
Seorang pakar
hukum dan pengacara senior, Prof. Dr. Jabir Jad Nasshar dalam tulisannya di
sebuah media lokal Mesir, membuktikan bahwa Syaikh Thayyib benar-benar orang
yang jauh dari kegelimangan harta. Ia pernah dihubungi oleh salah satu
konsultan Grand Syaikh al-Azhar, bahwa Syaikh Thayyib enggan menerima gaji
sebagai Grand Syaikh al-Azhar, yang saat itu gaji sebagai Grand Syaikh al-Azhar
mencapai kelipatan puluhan ribu pound Mesir.
Setelah hal
ini dilaporkan dan dibahas dengan pemerintah, pemerintah pun mengamini bahwa
Grand Syaikh al-Azhar berhak menentukan sendiri berapa gaji yang diterima.
Setelah mengetahui isi perbincangan dengan pemerintah itu, sontak Syaikh Thayyib
berkata: “Apakah kalian ingin memotong
tanganku?” (beliau menganggap menentukan gaji sendiri sama halnya mencuri uang
al-Azhar dan umat Islam). Saya tidak akan
menuntut gaji dari al-Azhar. Dan saya tidak akan menentukan gaji saya dari kas al-Azhar
dan kementerian agama. Memang mustahil saya bekerja tanpa bayaran, tapi saya
tidak akan menuntut satu keping mata uang pun dari kas al-Azhar.”
Pada bulan
April lalu, Grand Syaikh al-Azhar, Syaikh Ahmad Thayyib menerima penghargaan
dan hadiah sebesar 1 juta dirham Emirat (2,5 miliar rupiah) dari Emirat Arab.
Hadiah tersebut sebagai penghargaan kepada beliau yang selama ini memimpin al-Azhar
yang moderat, santun dan rahmatan lil ‘alamin dalam mengemban misi Islam.
Hadiah uang yang bisa untuk membangun rumah gedongan itu, langsung dihibahkan
oleh Syaikh Thayyib ke bendahara al-Azhar dan langsung masuk ke kas al-Azhar.
b.
Syaikh yang Penyayang
Salah seorang
murid Syaikh Thayyib menuturkan: “Memang
saya tak banyak bersua dengan Syaikh Thayyib, namun dalam beberapa pertemuan
dengan beliau banyak pelajaran yang saya petik dari sikap beliau yang begitu
sayang dan pengertian kepada murid-muridnya.
Seminggu
sampai di tanah Musa ini, saya beserta rombongan teman saya yang berjumlah 23
orang mengurus administrasi agar bisa ikut test masuk kuliah yang diadakan oleh
pihak al-Azhar pada tahun itu juga. Pihak senior kami bernegosiasi dengan pihak
al-Azhar yang bertanggung jawab atas test tersebut.
Berjam-jam
kami menunggu, hasilnya tetap sama. Kami harus menunggu satu tahun ke depan
untuk bisa duduk di kampus Universitas al-Azhar, padahal kami telah menunggu
satu tahun selama di Indonesia. Cekcok ringan pun terjadi antara panitia
penyelenggara test dengan senior kami, secara kebetulan Grand Syaikh al-Azhar
kala itu mengecek seluruh komponen kampus mulai sekolah persiapan, test masuk al-Azhar,
hingga fakultas perkuliahan.
Syaikh Thayyib
pun bertanya: “Ada apa kok gaduh seperti
ini?”
Setelah kami
semua bersalaman, akhirnya senior kami dipanggil oleh Syaikh Thayyib dan
dipersilakan mengutaran unek-uneknya di kantor beliau.
Di Masyikhah,
kantor Grand Syaikh al-Azhar, senior kami menjelaskan bahwa kami telah menunggu
pemberangkatan ke Mesir selama hampir setahun, dan itu pun kami harus berangkat
dengan uang sendiri dengan menambah beberapa juta lantaran melalui jalur visa
on arrival. Sebagian besar kami hanyalah orang berkecukupan, juga sebagian dari
kami berangkat dengan hasil menyebarkan proposal studi ke beberapa para
dermawan. Kami pun tak diperbolehkan mengikuti test masuk kuliah di al-Azhar
oleh pihak penyelenggara.
Syaikh Thayyib
merasa sedih mendengar keadaan kami. Beliau pun langsung menulis nota yang
berisi bahwa kami diperbolehkan mengikuti test masuk al-Azhar saat itu juga dan
kami boleh tinggal di asrama dan sejak bulan itu pula kami bisa menerima uang
beasiswa al-Azhar perbulannya. Padahal kami bukan mahasiswa yang dinyatakan
lulus test ke Mesir melalui jalur beasiswa.
Jujur,
mendengar berita baik itu, ibu saya langsung menangis seraya bersyukur sebab
doa yang selama ini beliau panjatkan diterima oleh Allah. Ibu saya senang
lantaran hidup saya di Mesir ditanggung oleh al-Azhar dan tidak lagi harus berpeluh-peluh
bekerja.
Salah satu
pertemuan saya pada kesempatan lain dengan Syaikh Thayyib yang penuh dengan
kasih sayang kepada muridnya adalah pada bulan Ramadhan dua tahun lalu di
masjid al-Azhar. Saat itu beliau menghadiri Khatmil Quran shalat Tarawih di masjid
al-Azhar. Seusai salat, beliau mempersilakan para hadirin yang ingin bersalaman
dengan beliau untuk memasuki ruangan khusus para ulama al-Azhar satu persatu
dengan tertib. Saya pun masuk dan bersalaman dengan beliau.
Seusai mencium
tangan beliau, saya dipersilakan untuk mengambil kue yang sejatinya
diperuntukkan untuk beliau dan para ulama yang lain. Tak hanya saya, semua yang
bersalaman dengan beliau juga dipersilahkan mengambil kue di depan beliau.
Padahal beliau belum mencicipi satu pun kue yang kami ambil. Sungguh amat
sayang sekali beliau kepada para murid-muridnya.”
c.
Pemimpin yang Pengertian
Beberapa tahun
terakhir ini berulang-ulang tindakan provokasi dan demonstrasi digelar yang
menginginkan Syaikh Thayyib turun dari jabatannya. Tak ayal, demo pro dan
mendukung semua langkah Syaikh Thayyib pun juga diadakan untuk menandingi pihak
yang kontra. Diantara pihak yang pro itu adalah para bekerja Asrama
Internasional al-Azhar yang biasa disebut Madinat Buust Al-Islamiyah.
Saat ditanya
mengapa mereka mendukung Syaikh Thayyib, mereka menjawab dengan kompak: “Karena Syaikh Thayyib pengertian dengan
hidup kami. Beliau lah yang menaikkan gaji kami hingga kehidupan kami sedikit
terangkat.”
Ya, memang
gaji yang mereka dapat selama bekerja di al-Azhar tidak bisa mencukupi segala
kebutuhan mereka. Sampai tak jarang dari mereka yang setelah bekerja di asrama,
mereka bekerja lagi menjadi sopir taksi, berjualan keliling, bekerja di toko,
dll. Oleh karenanya, mereka takut bila Syaikh Thayyib diturunkan, keluarga
mereka kelaparan, anak-anak mereka tak bisa mengenyam pendidikan.
Demikianlah
sosok Grand Syaikh al-Azhar, Syaikh Ahmad Thayyib. Beliau adalah seorang Syaikh
yang tak ingin kaya dengan ‘aji mumpung’ menjabat sebagai Grand Syaikh al-Azhar.
Beliau bukanlah seorang yang gampang tertipu akan glamornya dunia. Beliau
bukanlah seorang ulama yang terjebak dengan jabatan dan kenikmatan semata.
Beliau bukanlah sosok yang selama ini diberitakan oleh media-media politik yang
menghalalkan segala cara untuk membela dan memuluskan langkah-langkah
politiknya. Beliau seorang guru yang sayang dan memperhatikan kondisi dan
keadaan para muridnya. Beliau seorang pemimpin yang mengerti akan hal dan ihwal
yang beliau pimpin.
5.
Akhlak Syaikh Ahmad Ath-Thayyib terhadap Orang yang
Memusuhinya
Para ulama al-Azhar
yang istiqamah dengan manhaj al-Azhar senantiasa mengalami cacian dan celaan
dari orang-orang yang tidak sejalan dengan manhaj al-Azhar yang moderat dan
toleran. Grand Syaikh al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Thayyib adalah simbol utama al-Azhar
yang patut dijadikan teladan oleh umat Islam.
Di tengah
kondisi politik Mesir yang tidak stabil seperti saat ini, ada sebagian kalangan
yang berusaha sekuat tenaga untuk mendeskriditkan sosok Dr. Ahmad Thayyib
dengan tujuan untuk melengserkan beliau dari amanah saat ini: Grand Syaikh al-Azhar.
Namun, beliau sama sekali tidak pernah menyimpan dendam terhadap para pendengki
tersebut, bahkan beliau membalas mereka semua dengan kebaikan. Beliau
meneladani akhak ‘kakek’ beliau, Baginda Rasulullah Saw.
Inilah
fakta-fakta keteladan beliau di zaman yang penuh fitnah seperti saat ini:
1.
Kurang lebih setahun yang lalu, Syaikh Yusuf al-Qardhawi
mengunjungi Syaikh Ahmad Thayyib. Beliau menyambut, memeluk dan memuji al-Qardhawi.
Tidak lama kemudian, al-Qardhawi diwawancari oleh harian asy-Syuruq. Dalam
wawancara tersebut dia mencela Grand Syaikh dan menuduh bahwa beliau tidak
memiliki kapasitas untuk memimpin al-Azhar, dan tuduhan-tuduhan lainnya.
Tuduhan-tuduhan tersebut telah dibantah oleh Syaikh Hasan Syafi’i yang saat itu
menjabat sebagai konsultan Grand Syaikh al-Azhar.
Kemudian
beberapa waktu lalu, al-Qardhawi mengulangi lagi cacian dan celaannya kepada
Grand Syaikh, sehingga membuat para ulama al-Azhar tidak terima dan meminta
agar keanggotaan al-Qardhawi di Dewan Ulama Senior al-Azhar (Haiah Kibar Ulama)
dicabut. Namun, Grand Syaikh tetap memaafkan al-Qardhawi dan tidak setuju
dengan permintaan tersebut.
2.
Kurang dari setahun yang lalu, tersebar sebuah
video ceramah seorang dai Salafi yang bernama Yasir Burhami yang didampingi oleh
Muhammad Hassan. Di dalam video tersebut dia menuntut agar Syaikh Ahmad Thayyib
dicopot dari jabatan Grand Syaikh al-Azhar. Namun, beberapa waktu setelah itu,
Yasir Burhami dan rombongan Salafi mendatangi kantor Grand Syaikh untuk
menyatakan dukungan terhadap al-Azhar, bersikap manis di hadapan Syaikh Ahmad
Thayyib, dan berusaha menyangkal isi video yang sudah terlanjur tersebar luas
di Youtube. Lagi-lagi, Grand Syaikh memaafkan dan menyambut rombongan SALAFI tersebut
dengan ramah dan penuh hormat.
3.
Meskipun para pimpinan Jamaah Ikhwanul Muslimin
dan jamaah-jamaah Islam radikal lainnya terus-menerus mencela dan mencaci-maki
Grand Syaikh al-Azhar di panggung-panggung demonstrasi. Namun Syaikh Ahmad
Thayyib tidak menyimpan dendam terhadap mereka, bahkan meminta kepada pemerintah
agar membebaskan tahanan politik dari kalangan Ikhwanul Muslimin dan
jamaah-jamaah lainnya.
4.
Syaikh Mahmud Sya’ban pernah mengajak rakyat
Mesir untuk demo besar-besaran demi melengserkan Grand Syaikh al-Azhar, dan
meminta Morsi saat masih menjabat sebagai Presiden agar mencopot jabatan Syaikh
Ahmad Thayyib. Namun, Syaikh Ahmad Thayyib mengecam peristiwa penghinaan dan
pelecehan yang menimpa Syaikh Mahmud Sya’ban di bundaran Tahrir baru-baru ini,
serta meminta aparat agar mengusut dan menangkap para pelakunya.
Itulah ulama al-Azhar
dan itulah akhlak Grand Syaikh al-Azhar yang selama ini berusaha
dikriminalisasi oleh media-media yang benci dan dengki terhadap Grand Syaikh
al-Azhar Syaikh Ahmad Thayyib. Beliau senantiasa membalas keburukan dengan
kebaikan, memaafkan dan mengatakan yang benar.
Sya’roni As-Samfuriy, Bogor 08 September 2013
Diolah dari link-link berikut ini:
http://www.muslimedianews.com/2013/08/inilah-akhlak-grand-shaikh-al-azhar.html
http://www.muslimedianews.com/2013/09/kepribadian-grand-shaikh-al-azhar-sufi.html
http://www.muslimedianews.com/2013/08/biografi-singkat-grand-syaikh-al-azhar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar