BAB
8; KEUTAMAAN TAUHID
Pernyataan
Abdullah bin Baz Mengenai Keutamaan Tauhid:
Saudaraku
seiman, berikut ini saya persembahkan kepadamu beberapa kalimat ringkas
tentang keutamaan tauhid serta peringatan terhadap hal-hal yang
bertentangan dengannya, berupa syirik dengan berbagai macamnya, dan
bid’ah dengan segala ragam dan coraknya, baik yang kecil maupun
yang besar.
Sesungguhnya,
tauhid adalah kewajiban pertama yang diserukan oleh para rasul, dan ia
merupakan landasan utama dari misi dakwah mereka. Allah Ta’ala
berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja),
dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. an-Nahl ayat 36).
Tauhid
adalah hal Allah yang paling besar atas hamba-hambanya. Di dalam kitab “ash-Shahihain”
(Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) diriwayatkan dari Mu’adz, bahwa
Rasulullah bersabda: “Hak Allah atas hamba-hambaNya ialah bahwa,
mereka beribadah (hanya kepadaNya) dan mereka tidak
menyekutukanNya dengan sesuatu yang lain.”
Maka
barang siapa yang telah merealisasikan tauhid, dialah yang berhak masuk
surga. Dan sebaliknya, barangsiapa yang melakukan atau meyakini
sesuatu yang bertentangan dan berlawanan dengannya, maka dia akan
menjadi penghuni neraka. Demi eksisnya tauhid, Allah memerintahkan
para rasul memerangi kaumnya sampai mereka (mau) beriman kepadanya.
Rasulullah bersabda: “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai
mereka (mau) bersaksi; bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Merealisasikan
tauhid adalah jalan menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan
menyalahinya merupakan jalan yang menjerumuskan ke jurang
kesengsaraan. Merealisasikan tauhid adalah sarana untuk menyatukan umat, merapatkan
barisan dan mencapai kebersamaan dan kesepakatan. Dan segala cacat
(kekurangan) dalam pelaksanaan tauhid merupakan puncak perpecahan
dan kehancuran.
Ketahuilah
wahai saudaraku, semoga Allah merahmati kita semua bahwa tidak semua
orang yang mengucapkan kalimat: “Laa ilaahaa illa Allah”,
serta merta menjadi orang yang sudah bertauhid (merealisasikannya).
Akan tetapi, menurut para ulama, agar menjadi seorang yang bertauhid
(muahhid) mesti memenuhi tujuh syarat berikut ini:
1. Ilmu, yaitu
mengetahui makna dan maksud dari kalimat tauhid itu, baik dalam hal
menetapkan (itsbat) maupun menafikan (nafi). Maka tiada (yang
berhak) disembah selain Allah.
2. Yakin, yaitu
meyakini dengan seyakin-yakinnya akan komitmen (dari kalimat tauhid
itu).
3. Menerima
dengan hati dan lisan (perkataan) segala konsekuensinya.
4. Tunduk dan
patuh kepada segala yang dikehendakinya.
5. Benar dalam
mengatakannya. Artinya, apa yang dikatakannya dengan lidah mesti sesuai
dengan apa yang diyakininya dalam hati.
6. Ikhlash dalam
melakukannya, tanpa dicampuri riya.
7. Mencintai
kalimat tauhid ini dengan segala konsekuensinya.
Tanggapan
Al-Habib Mundzir Al-Musawa Mengenai Keutamaan Tauhid:
Rasul
Saw. bersabda: “Aku sungguh tidak merisaukan syirik menimpa
kalian setelah aku wafat, yang kurisaukan adalah keluasan dunia
yang membuat kalian saling hantam memperebutkannya.” (Shahih
Bukhari). Inilah jawaban Nabi Saw. terhadap kekuasaan Wahabisme
yang menguasai Haramain, mereka sangat merisaukan dan meributkan
kesyirikan, namun mereka saling bunuh demi berebut kekayaan, mereka
rela mengundang dan membayar ribuan pasukan AS ke negeri mereka demi
membantai saudara mereka muslimin mereka sendiri demi memperebutkan
minyak. Mereka rela tidak membantu Palestina yang dibantai
Israel, demi naiknya harga minyak, inilah yang telah dikabarkan oleh
Rasul Saw.: “Sungguh demi Allah aku tidak takut syirik menimpa
kalian, namun yang kutakutkan adalah keluasan dunia yang
kalian saling memperebutkannya.” (Shahih Bukhari). Jawaban
Rasul Saw. ini membungkam semua lidah orang yang merisaukan syirik atas
muslimin yang beribadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar