Halaman

Selasa, 23 September 2014

Keturunan Orang Mulia Seharusnya Lebih Malu





“Jangan merasa senang dulu siapa para kakekmu. Jika tidak mampu sebaik mereka, semestinya engkau malu dan menangis pilu.” Ujar KH. Muhajir Madad Salim mengawali ngajinya dengan syair syahdu.

Suatu hari di sebuah perkumpulan dibacakan kitab Masyra’ ar-Rawi. Di dalamnya dibacakan kisah kemuliaan orang-orang hebat tempo dulu, karomah para Auliya’ dan para Aqthabnya, yakni kisah-kisah kemulian para sayyid anak-cucu Nabi Saw. Tampak diantara yang hadir seorang Badui, orang dusun yang lugu. Maka Badui itu bertanya kepada seseorang di sampingnya: “Manaqib siapakah yang sedang kalian bacakan ini? Betapa hebatnya mereka semua.”

Dijawab: “Manaqib para habaib terdahulu, yakni kakek-kakek buyut kami.”

Serta merta Badui itu berkata: “Alhamdulillah, yang tidak menjadikan mereka sebagai kakek-kakek buyutku.”

Dengan heran orang di sampingnya bertanya: “Mengapa demikian, wahai saudara Arab Badui?”

Badui menjawab polos: “Karena, jika mereka adalah para kakek buyutku maka aku jatuh malu sekali dikarenakan aku tidak bersifat dan beramal seperti mereka semua.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar