مَكَانَةُ المَرْأَةِ فىِ
اْلإسْلاَمِ
بسم الله الرحمن
الرحيم
Muqaddimah
Wanita dalam
Islam mendapat tempat yang mulia, tidak seperti dituuduhkan oleh sementara
masyarakat, bahwa Islam tidak menempatkan wanita sebagai subordinat dalam
tatanan kehidupan masyarakat. Kedudukan mulia kaum wanita ditegaskan dalam
banyak hadits, diantaranya:
الجنة تحت
أقدام الأمهات
“Surga di bawah
telapak kaki ibu.”
جاء رجل
الى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: من احق الناس بحسن صحابة؟ قال: أمك. قال ثم
من؟ قال: ثم أمك. قال ثم من؟ قال: ثم أمك. قال ثم من؟ قال: ثم أبوك
Seorang sahabat
datang kepada Nabi Saw. kemudian bertanya: “Siapakah manusia yang paling
berhak untuk dihormati?” Nabi Saw. menjawab: “Ibumu.” “Kemudian siapa
wahai Nabi?” “Ibumu,” jawab Nabi lagi. “Kemudian siapa lagi wahai Nabi?”
“Ibumu.” “Kemudian siapa wahai Nabi?” “Bapakmu,” jawab Nabi. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Islam
memberikan hak wanita yang sama dengan laki-laki untuk memberikan pengabdian
yang sama kepada agama, nusa, bangsa dan negara. Ini ditegaskan dalam al-Quran dan
al-Hadits, antara lain sebagai berikut:
وَمَنْ عَمِلَ
صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Dan
barangsiapa mengerjakan amal shaleh baik laiki-laki maupun perempuan, sedang ia
dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi rizki di
dalamnya tanpa hisab.” (QS. al-Mukmin ayat 40).
فَاسْتَجَابَ
لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ
ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۖ
“Maka Tuhan
mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” (QS.
Ali Imran ayat 195).
مَنْ عَمِلَ
صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
ۖ
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS.
an-Nahl ayat 97).
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ
وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ
وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ
وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. al-Ahzab
ayat 35).
إن النسآء
شقائق الرجال
“Sesungguhnya
perempuan itu laksana saudara kandung laki-laki.”
الناس
سواسية كأسنان المسط
“Manusia itu
sama dan setara laksana gigi seri.”
Ayat dan hadits
di atas, adalah sebuah realita pengakuan Islam terhadap hak-hak wanita secara
umum dan anugerah kemuliaan dari Allah Swt. Persoalan yang muncul kemudian
bahwa sekalipun Islam telah mendasari penyadaran integratif tentang wanita
tidak berbeda dalam beberapa hal dengan laki-laki, pada kenyataannya prinsip
Islam tentang wanita tersebut telah mengalami distorsi. Kita tidak bisa menutup
mata bahwa masih banyak manusia yang mencoba mengingkari kelebihan yang
dianugerahkan allah Swt. kepada wanita.
Pengaruh kultur
yang masih bersifat patrilinear dan kenyataan pada tingkat perbandingan
proporsional antara laki-laki dan wanita ditemukan bahwa laki-laki (karena
kondisi, sosial dan budaya) memiliki kelebihan atas wanita. Yang pada
gilirannya telah menafikan atau mengurangi prinsip-prinsip mulia tentang wanita
yang menjadi prinsip-prinsip yang kemudian tidak diperhatikan. Oleh karena
itulah maka di tengah-tengah arus perubahan yang menggejala di berbagai belahan
dunia yang pada prinsipnya menuntut kembali hak-hak sebenarnya dari wanita, maka umat Islam perlu meninjau
dan mengkaji ulang anggapan-anggapan yang merendahkan wanita karena distorsi
budaya, berdasarkan prinsip-prinsip kemuliaan Islam atas wanita.
Harus diakui
bahwa memang ada perbedaan fungsi laki-laki yang disebabkan oleh perbedaan
kodrati/fitri. Sementara di luar itu ada peran-peran non kodrati dalam
kehidupan bermasyarakat yang masing-masing (laki-laki dan perempuan) harus
memikul tanggung jawab bersama dan harus dilaksanakan dengan saling mendukung
satu sama lain. Sebagaimana firman Allah:
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan
orang-orang laki-laki dan perempuan sebagian mereka (adalah) penolong bagi
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang mungkar.” (QS. at-Taubah ayat 71).
Peran domestik
wanita yang hal itu merupakan kesejatian kodrat wanita, seperti; sebagai
pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka, hamil, melahirkan, menyusui,
dan fungsi dalam keluarga yang tidak mungkin digantikan oleh laki-laki. Firman
Allah:
يَهَبُ لِمَنْ
يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ
“Dia memberikan
anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak
laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. asy-Syura
ayat 49).
Dan Islam pun
telah mengatur hak dan kewajiban wanita sebagai anggota masyarakat, wanita
sebagai warga negara yang mempunyai hak bernegara dan berpolitik, telah
menuntut wanita harus melakukan peran sosialnya yang lebih tegas, transparan
dan terlindungi.
Dalam konteks
peran-peran publik menurut prinsip-prinsip Islam, wanita diperbolehkan
melakukan peran-peran tersebut dengan konsekuensi bahwa ia dapat dipandang
mampu dan memiliki kapasitas untuk menduduki peran sosial dan politik tersebut.
Dengan kata
lain bahwa kedudukan wanita dalam proses sisten negara-bangsa telah terbuka
lebar, terutama perannya dalam masyarakat majemuk ini, dengan tetap mengingat
bahwa kualitas, kapasitas dan akseptabilitas bagaimanapun, harus menjadi
ukuran, sekaligus tanpa melupakan fungsi wanita sebagai sebuah keniscayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar