Halaman

Selasa, 29 Juli 2014

KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM




مَكَانَةُ المَرْأَةِ فىِ اْلإسْلاَمِ
بسم الله الرحمن الرحيم


Muqaddimah

Wanita dalam Islam mendapat tempat yang mulia, tidak seperti dituuduhkan oleh sementara masyarakat, bahwa Islam tidak menempatkan wanita sebagai subordinat dalam tatanan kehidupan masyarakat. Kedudukan mulia kaum wanita ditegaskan dalam banyak hadits, diantaranya:

الجنة تحت أقدام الأمهات

“Surga di bawah telapak kaki ibu.”

جاء رجل الى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: من احق الناس بحسن صحابة؟ قال: أمك. قال ثم من؟ قال: ثم أمك. قال ثم من؟ قال: ثم أمك. قال ثم من؟ قال: ثم أبوك

Seorang sahabat datang kepada Nabi Saw. kemudian bertanya: “Siapakah manusia yang paling berhak untuk dihormati?” Nabi Saw. menjawab: “Ibumu.” “Kemudian siapa wahai Nabi?” “Ibumu,” jawab Nabi lagi. “Kemudian siapa lagi wahai Nabi?” “Ibumu.” “Kemudian siapa wahai Nabi?” “Bapakmu,” jawab Nabi. (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam memberikan hak wanita yang sama dengan laki-laki untuk memberikan pengabdian yang sama kepada agama, nusa, bangsa dan negara. Ini ditegaskan dalam al-Quran dan al-Hadits, antara lain sebagai berikut:

وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Dan barangsiapa mengerjakan amal shaleh baik laiki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hisab.” (QS. al-Mukmin ayat 40).

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۖ

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” (QS. Ali Imran ayat 195).

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. an-Nahl ayat 97).

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. al-Ahzab ayat 35).

إن النسآء شقائق الرجال

“Sesungguhnya perempuan itu laksana saudara kandung laki-laki.”

الناس سواسية كأسنان المسط

“Manusia itu sama dan setara laksana gigi seri.”

Ayat dan hadits di atas, adalah sebuah realita pengakuan Islam terhadap hak-hak wanita secara umum dan anugerah kemuliaan dari Allah Swt. Persoalan yang muncul kemudian bahwa sekalipun Islam telah mendasari penyadaran integratif tentang wanita tidak berbeda dalam beberapa hal dengan laki-laki, pada kenyataannya prinsip Islam tentang wanita tersebut telah mengalami distorsi. Kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak manusia yang mencoba mengingkari kelebihan yang dianugerahkan allah Swt. kepada wanita.

Pengaruh kultur yang masih bersifat patrilinear dan kenyataan pada tingkat perbandingan proporsional antara laki-laki dan wanita ditemukan bahwa laki-laki (karena kondisi, sosial dan budaya) memiliki kelebihan atas wanita. Yang pada gilirannya telah menafikan atau mengurangi prinsip-prinsip mulia tentang wanita yang menjadi prinsip-prinsip yang kemudian tidak diperhatikan. Oleh karena itulah maka di tengah-tengah arus perubahan yang menggejala di berbagai belahan dunia yang pada prinsipnya menuntut kembali hak-hak sebenarnya  dari wanita, maka umat Islam perlu meninjau dan mengkaji ulang anggapan-anggapan yang merendahkan wanita karena distorsi budaya, berdasarkan prinsip-prinsip kemuliaan Islam atas wanita.

Harus diakui bahwa memang ada perbedaan fungsi laki-laki yang disebabkan oleh perbedaan kodrati/fitri. Sementara di luar itu ada peran-peran non kodrati dalam kehidupan bermasyarakat yang masing-masing (laki-laki dan perempuan) harus memikul tanggung jawab bersama dan harus dilaksanakan dengan saling mendukung satu sama lain. Sebagaimana firman Allah:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ

“Dan orang-orang laki-laki dan perempuan sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” (QS. at-Taubah ayat 71).

Peran domestik wanita yang hal itu merupakan kesejatian kodrat wanita, seperti; sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka, hamil, melahirkan, menyusui, dan fungsi dalam keluarga yang tidak mungkin digantikan oleh laki-laki. Firman Allah:

يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ

“Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. asy-Syura ayat 49).

Dan Islam pun telah mengatur hak dan kewajiban wanita sebagai anggota masyarakat, wanita sebagai warga negara yang mempunyai hak bernegara dan berpolitik, telah menuntut wanita harus melakukan peran sosialnya yang lebih tegas, transparan dan terlindungi.

Dalam konteks peran-peran publik menurut prinsip-prinsip Islam, wanita diperbolehkan melakukan peran-peran tersebut dengan konsekuensi bahwa ia dapat dipandang mampu dan memiliki kapasitas untuk menduduki peran sosial dan politik tersebut.

Dengan kata lain bahwa kedudukan wanita dalam proses sisten negara-bangsa telah terbuka lebar, terutama perannya dalam masyarakat majemuk ini, dengan tetap mengingat bahwa kualitas, kapasitas dan akseptabilitas bagaimanapun, harus menjadi ukuran, sekaligus tanpa melupakan fungsi wanita sebagai sebuah keniscayaan.

Partisipasi wanita dalam sektor non kodrati merupakan wujud tanggung jawab NU dalam ikut memprakarsai transformasi kultur, kesetaraan yang pada gilirannya mampu menjadi dinamisator pembangunan nasional dalam era globalisasi dengan memberdayakan wanita Indonesia pada proporsi yang sebenarnya. (Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU Tahun 1418 H/1997 M).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar