Halaman

Rabu, 05 Maret 2014

MEMBEDAH BISNIS MLM (MULTI LEVEL MARKETING)




Bisnis Multi Level Marketing (MLM) memang sangat beragam bentuk dan namanya. Namun nyatanya kesemua keberagaman itu masuk dalam payung besar MLM. Sehingga bisa kita tarik kesimpulan secara umumnya MLM, bukan secara spesifiknya. Sebab bisa saja satu sisi itu berlaku pada MLM model A namun tidak berlaku pada MLM model B, dst.

Secara umumnya MLM memakai sistem seperti contoh berikut. Si A mendaftar dengan membayar uang semisal Rp. 150.000, maka si A masuk level I. Kemudian si A berhasil merekrut 2 orang member yang juga harus membayar Rp 150.000, pada pihak pusat. Maka si A mendapat komisi dari masing-masing member Rp 25.000. Jadi Rp 25.000 x 2 member = Rp 50.000.

Jika kedua downline level I masing-masing berhasil merekrut 2 member, maka jumlahnya menjadi 4 orang. Dan pendapatan si A = Rp 20.000, akumulasi Rp 70.000. Dan seterusnya hingga meraup jutaan bahkan milyaran rupiah dengan hanya mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Bisnis MLM ini biasanya dijuluki dengan bisnis “Anak Cucu”.

Tawaran Jawaban:

A.    Bahtsul Masail PP Nurul Hudaa Tahun 1999

Dalam bisnis MLM seperti contoh di atas terdapat hal-hal yang tidak jelas, yaitu:
1.      Si A mendaftar dengan membayar Rp 150.000 sebagai apa?
2.      Uang Rp. 150.000 diserahkan kepada siapa dan bagaimana akadnya? Apakah akad jual beli, hutang-piutang, syirkah, qiradh, shadaqah, atau akad apa lagi?
3.      Kalau si A berhasil merekrut 2 orang member yang juga membayar kepada pusat masing-masing Rp 150.000, si A mendapat komisi sebanyak 2 x Rp. 25.000 = Rp 50.000. Dari mana uang Rp 50.000 diberikan oleh pusat kepada si A? Dan bagaimana akadnya?
4.      Andaikata si A tidak berhasil merekrut orang lain untuk bermain dalam bisnis MLM ini, dapatkah uang yang telah dibayarkan oleh si A ditarik kembali? Demikian pula member seterusnya (downline), dapatkah si A atau pusat bertanggung jawab?

Silakan diamati, maka bisnis ini cenderung (baca; jelas) tidak termasuk muamalah yang diperbolehkan dalam agama Islam seperti: bai’, silm, rahn, hijr, suluh, hiwalah, dhaman, kafalah, syirkah, qiradh, wakalah, iqrar, ‘ariyah, syuf’ah, musafah, ju’alah, ijarah, wakaf, hibah dan wadi’ah yang jelas akadnya dalam syariat agama Islam.

Bisnis yang tidak jelas akadnya seperti MLM pada akhirnya pasti banyak pihak yang dirugikan, yaitu orang-orang yang tidak lagi bisa merekrut member. Yang jelas, kalau tidak merugikan dri sendiri pasti merugikan orang lain. Dan hal ini dilarang oleh Rasulullah Saw.:

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

“Perbuatan yang merugikan itu harus dilenyapkan.”

B.     Keputusan Musyawaroh Tahunan Ke-34 Ponpes MUS Karangmangu Sarang Rembang
Terdapat beberapa pertanyaan perwakilan dari PP. Al-Falah Ploso Kediri:
1.      Termasuk kategori akad apakah praktek MLM?
2.      Apakah praktek MLM dapat dibenarkan oleh syara’?
3.      Apabila tidak boleh bagaimanakah solusi bagi orang yang telah menjadi anggota MLM?

Jawaban:

1.      Praktek tersebut temasuk ju’alah dan bai’ yang fasid. Ju’alah fasidah karena; a) Amalnya tidak ada kulfah (beban), b) Iwadhnya (upah) tidak maklum (dalam dongkraannya), c) Ada syarat bai’ dalam akad. Bai’ fasid karena dijadikan syarat dalam akad ju’alah. (Refferensi: I’anat ath-Thalibin juz 3 halaman 123, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah juz 2 halaman 228, Hasyiyah ash-Syarqawi juz 2 halaman 53).
2.      Tidak di benarkan/haram. (Refferensi: Ghayatu Talkhish al-Murad halaman 122 dan al–Asybah wa an-Nadzair halaman 287).
3.      Karena dia sudah melakukan praktek akad yang tidak sah maka dia wajib keluar dari sistem tersebut. Dan bila sudah menerima barang dan komisi maka wajib mengembalikannya, dan dia hanya berhak mendapat ujrah mitsil. (Refferensi: Asna al-Mathalib juz 2 halaman 3 dan al-Hawi li al-Fatawi juz 1 halaman 109).

C.    Transaksi Dua Aqad dalam Praktik MLM, NUonline, 27/04/2007

Dalam kajian fikih ada istilah al-‘aqdain fi al-‘aqd atau al-bai’ain fi al-bai’ah yang berarti dua akad yang terkumpul dalam sesuatu transaksi. Rasulullah Saw. sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Ra. telah melarang model transaksi seperti ini.

Para fuqaha merinci penjelasan mengenai al-‘aqdain fil ‘aq al-‘aqdain fi al-‘aqd ini ke dalam 3 model:

1.      Adanya dua harga dalam sebuah jual beli. Misalnya, jika seseorang mengatakan kepada orang lain: “Aku jual baju ini kepadamu dengan harga 10 dirham jika tunai, dan 20 dirham jika hutang.” Kemudian kedua orang tersebut berpisah dan belum ada kesepakatan tentang salah satu model jual beli tersebut. Dikatakan bahwa jual beli semacam ini telah rusak (fasid), karena kedua pihak yang bertransaksi tidak mengetahui harga mana yang dipastikan. Asy-Syaukani menyatakan, sebab diharamkannya jual beli semacam itu adalah tidak disepakatinya salah satu (aqad) harga dari dua (aqad) harga tersebut. Akan tetapi, jika kedua orang tersebut bersepakat tentang salah satu aqad (harga) dari dua aqad (harga) jual beli tersebut; misalnya pembeli menerima harga baju tersebut 20 dirham secara kredit sebelum keduanya berpisah, maka sahlah jual beli tersebut. Sebab, harga baju itu telah ditetapkan, dan kedua belah pihak mengetahui dengan jelas harga dari baju tersebut serta bentuk transaksinya.

2.      Imam Syafi’i menafsirkan al-‘aqdain fi al-‘aqd sebagai jual beli bersyarat. Misalnya, jika seseorang berkata kepada orang lain: “Saya jual rumahku kepadamu dengan harga sekian, akan tetapi engkau harus menikahkan putramu dengan putriku.” Muamalat semacam ini menyebabkan tidak jelasnya harga.

3.      Al-‘aqdain fi al-‘aqd adalah memasukkan transaksi kedua ke dalam transaksi pertama yang belum selesai. Misalnya, jika seseorang memesan barang dalam jangka waktu satu bulan, dengan harga yang telah ditentukan. Ketika tempo masa telah tiba, pihak yang dipesan meminta kembali barangnya dengan berkata kepada pemesan: “Juallah barang yang seharusnya saya berikan kepada Anda dengan harga sekian, tapi jangkanya ditambah dua bulan.” Jual beli semacam ini adalah fasid, sebab akad yang kedua telah masuk pada akad yang pertama. Demikianlah.

Para ahli fikih sering mengkaji transaksi MLM yang saat ini semakin beragam model melalui perspektif al-‘aqdain fi al-‘aqd ini, yakni adanya dua akad dalam satu transaksi. Paling tidak MLM bisa diklasifikasikan ke dalam 3 model:

1.      MLM yang membuka pendaftaran member (posisi) dimana member tersebut harus membayar sejumlah uang sembari membeli produk. Pada waktu yang sama juga, dia menjadi referee atau makelar bagi perusahaan dengan cara merekrut orang, karena ia akan mendapatkan “nilai lebih” jika berhasil merekrut orang lain menjadi member dan membeli produk. Maka praktek MLM seperti ini jelas termasuk dalam kategori al-‘aqdain fi al-‘aqd. Sebab, dalam hal ini orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran (samsarah) secara bersama-sama dalam satu akad.

2.      MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk meski untuk keperluan itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (poin), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya. Maka praktek ini juga termasuk dalam kategori al-‘aqdain fi al-‘aqd, yakni akad membership dan akad pemakelaran. Membership tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu, yakni ketika pada suatu hari dia membeli produk dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat poin karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member.

3.      MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapat jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang. Ini sangat berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dalam MLM model ketiga ini pihak-pihak terkait sebenarnya tidak melakukan transaksi apa-apa, hanya melakukan semacam permainan bisnis yang mirip sekali dengan perjudian.

D.    Paparan Ustadz Sarwat

MLM adalah sebuah sistem penjualan yang belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Islam. Literatur fiqih klasik tentu tidak memuat hal seperti MLM itu. Sebab MLM ini memang sebuah fenomena yang baru dalam dunia marketing.

1.      Hukum Mengikuti Bisnis MLM

Karena MLM itu masuk dalam bab muamalat, maka pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa al-Ashlu fi al-Asy-ya’ al-Ibahah, hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.

Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada downline ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau mendzalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidaktransparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ‘ala samsarah.

Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang tajam dan terpercaya.

2.      Teliti dan Ketahui dengan Pasti

Maka jauh sebelum Anda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang akan membuat Anda jauth ke dalam hal yang diharamkan Allah Swt. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan Anda atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya dan seterusnya.

Sebaiknya Anda harus yakin terlebih dahulu bahwa produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, baik zatnya maupun metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung jawab kepada konsumen lainnya.

3.      Legalisasi Syariah

Alangkah baiknya bila seorang Muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka ustadz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan haramnya.

Kepada pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli di bidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan terlalu mudah dulu untuk mengatakan bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.

4.      Hindari Produk Musuh Islam

Seorang Muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bukan tidak mungkin ternyata perusahaan induknya malah menjadi donatur musuh Islam dan keuntungannya bisnis ini malah digunakan untuk MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya.

Meski pada dasarnya kita boleh bermumalah dengan non Muslim, selama mereka mau bekerjasama yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk musuh Islam di masa kini sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.

5.      Jangan Sampai Berdusta

Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.

Dengan rumus hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah pensiun dini. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya Senin-Kamis, maka semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.

Dan simbol-simbol kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau ke mana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal -misalnya- ujung-ujungnya hanya jualan obat.

Kami tidak mengatakan bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.

6.      Hati-hati dengan Mengeksploitir Dalil

Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang tepat. Misalnya bahwa Rasulullah Saw. itu profesinya adalah pedagang. Yang benar adalah beliau memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma’isyah) beliau adalah dari harta rampasan perang /ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.

Lagi pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah Ra. itu bukanlah uplinenya sebagaimana Maisarah juga bukan downlinenya.

Jadi jangan mentang-mentang yang diprospek itu umat Islam, atau ustadz yang punya banyak jamaah, atau tokoh yang berpengaruh, lalu dengan enak kita tancap gas tanpa memeriksa kembali dalil yang kita gunakan.

Terkait dengan itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah Nabi. Mereka mengandaikannya dengan dakwah berantai/berjenjang yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. di masa itu. Padahal apa yang dilakukan beliau Saw. itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah Saw. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu, Rasulullah Saw. tidak sedang berdagang dengan memberi barang/jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdagangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalaupun ada reward, maka itu adalah pahala dari Allah Swt. yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang pembelian.

7.      Jangan Sampai Kehilangan Kreatifitas dan Produktifitas

MLM itu memang sering menjanjikan orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot keinginan dari sejumlah orang dengan sangat besar. Dan karena menggunakan sistem jaringan, memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual rupa-rupa produk. Harus diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah industri, maka jangan sampai jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi loyo dan mati. Sebab di belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk secara massal.

Padahal umat ini butuh orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan hal-hal baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan-pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang saja yaitu “berjualan produk sebuah industry”.

8.      Etika Penawaran

Salah satu hal yang paling mengganggu dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang di situlah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga di situlah titik yang menimbulkan masalah.

Biasanya para distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan suasana. Misalnya seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil membuka pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.

Hanya saja karena kawan lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah seorang distributor bisa bermasalah.

Atau suasana yang penting menjadi terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian berubah menjadi ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan kesempatan penting berubah jadi “pasar”. Tentu ini akan terasa mengganggu. Wallaahu A’lam.

E.     Sepuluh Kebohongan MLM Menurut Robert L. FitzPatrick

1.      Kebohongan pertama: MLM adalah bisnis yang menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan banyak uang dibandingkan dengan bisnis lain maupun pekerjaan lain. Padahal yang benar adalah: Bagi hampir semua orang yang menanamkan uang, MLM berakhir dengan hilangnya uang. Kurang dari 1% distributor MLM mendapatkan laba dan mereka yang mendapatkan pendapatan seumur hidup dalam bisnis ini persentasenya jauh lebih kecil lagi. Cara pemasaran dan penjualan yang tidak lazim menjadi penyebab utama kegagalan ini. Namun, kalau toh bisnis ini lebih berkelayakan, perhitungan matematis pasti akan membatasi terjadinya peluang sukses tersebut. Tipe struktur bisnis MLM hanya dapat menopang sejumlah kecil pemenang. Jika seseorang memerlukan downline sejumlah 1000 orang agar dia memperoleh pendapatan seumur hidup, maka 1000 orang downline tadi akan memerlukan sejuta orang untuk bisa memperoleh kesempatan yang sama. Jadi, berapa orang yang secara realistis bisa diajak bergabung? Banyak hal yang tampak sebagai pertumbuhan pada kenyataannya adalah pengorbanan distributor baru secara terus-menerus. Uang yang masuk ke kantong elite pemenang berasal dari pendaftaran para pecundang. Dengan tidak adanya batasan jumlah distributor di suatu daerah dan tidak ada evaluasi tentang potensi pasar, sistem ini dari dalamnya sudah tidak stabil.

2.      Kebohongan kedua: Network marketing (pemasaran mengandalkan jaringan) adalah cara baru yang paling populer dan efektif untuk membawa produk ke pasar. Konsumen menyukai membeli produk dengan cara door-to-door MLM. Padahal yang benar adalah: Jika Anda mengikuti aktifitas andalan MLM berupa penjualan keanggotaan secara terus-menerus dan mengamati hukum dasarnya, yakni penjualan eceran satu-satu ke konsumen, Anda akan menemukan sistem penjualan yang tidak produktif dan tidak praktis. Penjualan eceran satu-satu ke konsumen merupakan cara kuno, bukan trend masa depan. Penjualan secara langsung satu-satu ke teman atau saudara menuntut seseorang untuk merubah kebiasaan belanjanya secara drastis. Seseorang pasti mendapatkan bahwa pilihannya terbatas, kerap kali membayar lebih mahal untuk sebuah produk, membeli dengan tidak nyaman, dan dengan kagok mengadakan transaksi bisnis dengan teman dekat atau saudara. Ketidaklayakan (unfeasibility) penjualan door-to-door inilah yang menjadi alasan kenapa pada kenyataannya MLM merupakan bisnis yang terus-terusan menjual kesempatan menjadi distributor.

3.      Kebohongan ketiga: Di suatu saat kelak, semua produk akan dijual dengan model MLM. Para pengecer, mall, katalog, dan sebagian besar pengiklanan akan mati karena MLM. Padahal yang benar adalah: Kurang dari 1% dari keseluruhan penjualan dilakukan melalui MLM dan banyak volume dari penjualan ini terjadi karena pembelian oleh para distributor baru yang sebenarnya membayar biaya pendaftaran untuk sebuah bisnis yang selanjutnya akan dia tinggalkan. MLM tidak akan menggantikan cara-cara pemasaran yang sekarang ada. MLM sama sekali tidak bisa menyaingi cara-cara pemasaran yang lain. Namun yang lebih  pasti, MLM melambangkan program investasi baru yang meminjam istilah pemasaran dan produk. Produk MLM yang sesungguhnya adalah keanggotaan (menjadi distributor) yang dijual dengan cara menyesatkan dan membesar-besarkan janji mengenai pendapatan. Orang membeli produk guna menjaga posisinya pada sebuah piramid penjualan. Pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa Anda dapat menjadi kaya, jika bukan karena usaha keras Anda sendiri maka kekayaan itu berasal dari seseorang yang tidak Anda kenal yang mungkin akan bergabung dengan downline Anda. Pertumbuhan MLM adalah perwujudan bukan dari nilai tambahnya terhadap ekonomi, konsumen, maupun distributor, namun lebih merupakan perwujudan dari tingginya ketakutan ekonomi dan perasaan tidak aman serta meningkatnya impian untuk menjadi kaya dengan mudah dan cepat. MLM tumbuh dengan cara yang sama dengan tumbuhnya perjudian dan lotere.

4.      Kebohongan keempat: MLM adalah gaya hidup baru yang menawarkan kebahagiaan dan kepuasan. MLM merupakan cara untuk mendapatkan segala kebaikan dalam hidup. Padahal yang benar adalah: Daya tarik paling menyolok dari industri MLM sebagaimana yang disampaikan lewat iklan dan presentasi penarikan anggota baru adalah ciri materialismenya. Perusahaan-perusahaan besar Fortune 100 akan tumbang sebagai akibat dari janji-janji kekayaan dan kemewahan yang disodorkan oleh penjaja MLM. Janji-janji ini disajikan sebagai tiket menuju kepuasan diri. Pesona MLM yang berlebihan mengenai kekayaan dan kemewahan bertentangan dengan aspirasi sebagian besar manusia berkaitan dengan karya yang bernilai dan memberikan kepuasan untuk sesuatu yang menjadi bakat dan minatnya. Singkatnya, budaya bisnis MLM membelokkan banyak orang dari nilai-nilai pribadinya dan membelokkan aspirasi seseorang untuk mengekspresikan bakatnya.

5.      Kebohongan kelima: MLM adalah gerakan spiritual. Padahal yang benar adalah: Peminjaman konsep spiritual (kerohanian) seperti kesadaran akan kemakmuran dan visualisasi kreatif untuk mengiklankan keanggotaan MLM, penggunaan kata-kata seperti komunitas tertentu; untuk menggambarkan kelompok penjualan, dan klaim bahwa MLM merupakan pelaksanaan prinsip-prinsip Kristiani atau ajaran-ajaran Injili adalah penyesatan besar dari ajaran-ajaran rohani. Mereka yang memusatkan harapan dan impiannya pada kekayaan dalam doa-doanya jelas kehilangan pandangan akan spiritualitas murni sebagaimana yang diajarkan oleh semua agama yang dianut umat manusia. Penyalahgunaan ajaran-ajaran spiritual ini pastilah pertanda bahwa penawaran investasi MLM merupakan penyesatan. Jika sebuah produk dikemas dengan bendera atau agama tertentu, waspadalah! terhadap apa yang ditawarkan oleh organisasi MLM kepada anggota baru semata-mata didasarkan pada belanjanya. Jika pembelanjaan dan pendaftarannya menurun, maka menurun pula komisi dan persaudaraan komunitas tersebut.

6.      Kebohongan keenam: Sukses dalam MLM itu mudah. Teman dan saudara adalah prospek. Mereka yang mencintai dan mendukung Anda akan menjadi konsumen Anda seumur hidup. Padahal yang benar adalah: Komersialisasi ikatan keluarga dan persahabatan yang diperlukan bagi jalannya MLM adalah unsur penghancur dalam masyarakat dan sangat tidak sehat bagi mereka yang terlibat. Mencari keuntungan dengan memanfaatkan ikatan keluarga dan kesetiakawanan sahabat akan menghancurkan jiwa sosial seseorang. Kegiatan MLM menekankan pada hubungan yang mungkin tidak akan bisa mengembalikan pertalian yang didasarkan atas cinta, kesetiaan, dan dukungan. Selain dari sifatnya yang menghancurkan, pengalaman menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali orang yang menyukai atau menghargai suasana dirayu oleh teman atau saudara untuk membeli produk.

7.      Kebohongan ketujuh: Anda dapat melakukan MLM di waktu luang. Sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain. Padahal yang benar adalah: Pengalaman puluhan tahun yang melibatkan jutaan manusia telah menunjukkan bahwa mencari uang lewat MLM menuntut pengorbanan waktu yang luar biasa serta ketrampilan dan ketabahan yang tinggi. Selain dari kerja keras dan bakat, MLM juga jelas-jelas menggerogoti lebih banyak wilayah kehidupan pribadi dan lebih banyak waktu. Dalam MLM, semua orang dianggap prospek. Setiap waktu di luar tidur adalah potensi untuk memasarkan. Tidak ada batas untuk tempat, orang, maupun waktu. Akibatnya, tidak ada lagi tempat bebas atau waktu luang begitu seseorang bergabung dengan MLM. Di balik selubung mendapatkan uang secara mandiri dan dilakukan di waktu luang, sistem MLM akhirnya mengendalikan dan mendominasi kehidupan seseorang dan menuntut penyesuaian yang ketat pada program-programnya. Inilah yang menjadi penyebab utama mengapa begitu banyak orang tenggelam begitu dalam dan akhirnya menjadi tergantung sepenuhnya kepada MLM. Mereka menjadi terasing dan meninggalkan cara-cara hubungan yang lain.

8.      Kebohongan kedelapan: MLM adalah bisnis baru yang positif dan suportif (mendukung) yang memperkuat jiwa manusia dan kebebasan pribadi. Padahal yang benar adalah: MLM sebagian besar berjalan karena adanya ketakutan. Cara perekrutan selalu menyebutkan ramalan akan runtuhnya model-model distribusi yang lain, runtuhnya kekokohan ekonomi Amerika, dan sedikitnya kesempatan di bidang lain (profesi atau jasa). Profesi, perdagangan, dan usaha konvensional terus-menerus dikecilkan artinya dan diremehkan karena tidak menjanjikan penghasilan tak terbatas. Menjadi karyawan adalah sama dengan perbudakan bagi mereka yang kalah. MLM dinyatakan sebagai tumpuan terbaik terakhir bagi banyak orang. Pendekatan ini, selain menyesatkan kerapkali juga menimbulkan dampak menurunkan semangat bagi orang yang ingin meraih kesuksesan sesuai visinya sendiri tentang sukses dan kebahagiaan. Sebuah bisnis yang sehat tidak akan menunjukkan keunggulannya dengan menyajikan ramalan-ramalan buruk dan peringatan-peringatan menakutkan.

9.      Kebohongan kesembilan: MLM merupakan pilihan terbaik untuk memiliki bisnis sendiri dan mendapatkan kemandirian ekonomi yang nyata. Padahal yang benar adalah: MLM bukanlah self-employment (usaha mempekerjakan sendiri) yang sejati. Memiliki keanggotaan distributor MLM hanyalah ilusi. Beberapa perusahaan MLM melarang anggotanya memiliki keanggotaan MLM lain. Hampir semua kontrak MLM memungkinkan dilakukannya pemutusan keanggotaan dengan gampang dan cepat. Selain dari putus kontrak, downline dapat diambil alih dengan berbagai alasan. Keikutsertaan dalam MLM menuntut orang untuk meniru model yang ada secara ketat, bukannya kemandirian dan individualitas. Distributor MLM bukanlah pengusaha (entrepreneur), namun hanya pengikut pada sebuah sistem hirarki yang rumit dimana mereka hanya punya sedikit kendali.

10.  Kebohongan kesepuluh: MLM bukan program piramid karena ada produk (barang) yang dijual. Padahal yang benar adalah: Penjualan produk sama sekali bukan penangkal bagi MLM untuk lolos dari undang-undang anti program piramid, juga bukan jawaban atas tuduhan tentang praktek perdagangan yang tidak sehat (unfair) sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang negara bagian maupun federal. MLM bisa menjadi bisnis yang legal jika sudah memenuhi prasyarat tertentu yang sudah ditetapkan oleh FTC (Federal Trade Commission) dan Jaksa Agung negara bagian. Banyak MLM jelas-jelas melanggar ketentuan tersebut dan sementara ini tetap beroperasi karena belum ada yang menuntut. Ketentuan pengadilan baru-baru ini menetapkan angka 70% untuk menentukan legalitas MLM. Maksudnya, minimal 70% produk yang dijual MLM harus dibeli oleh konsumen non-distributor. Ketentuan ini tentu saja akan membuat hampir semua MLM masuk kategori melanggar hukum. Para pelaksana MLM terbesar mengakui bahwa mereka hanya menjual 18% produknya ke non-distributor.


Ibarat Kitab:

) وعبارته اعانة الطالبين الجزء الثالث ص 123) : وهي بتثليث الجيم شرعا التزام عوض معلوم على عمل معين او مجهول عسر علمه وأركانها اجمالا أربعة : الركن الأول العاقد وهو الملتزم للعوض ولو غير المالك والعامل - الى أن قال – الركن الثانى الصيغة وهو من طرف الجاعل لا العامل – الى ان قال – الركن الثالث الجعل وشرط فيه ما شرط فى الثمن فما لايصح ثمنا لكونه مجهولا او نجسا لايصح جعله جعلا ويستحق العامل أجرة المثل فى المجهول والنجس المقصود – الى أن قال – الركن الرابع العمل وشرط فيه كلفة وعدم تعينه فلا جعل فيما لاكلفة فيه .

) وعبارته كتاب الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الثانى ص 228) : الحالة الخامسة : أن يكون الشرط مما لايقتضيه العقد ولم يكن لمصلحته وليس شرطا فى صحته او كان لغوا ، وذلك هو الشرط الفاسد الذى يضر بالعقد ، كما اذا قال له بعتك بستانا هذا بشرط ان تبيعنى دارك ، او تقرضنى كذا ، او تعطينى فائدة مالية . وانما يبطل العقد بشرط ذلك اذا كان الشرط فى صلب العقد ، أما اذا كان قبله ولو كتابة فإنه يصح إهـ .

) وعبارته حاشية الشرقاوى الجزء الثانى ص 53) : ( وبيع بشرط ) كبيع بشرط بيع او قرض للنهي عنه فى خبر أبى داود وغيره ( قوله كبيع بشرط الخ ) كبعتك ذاالعبد بألف بشرط أن تبيعنى دارك بكذا ، او تقرضنى مائة من الدراهم ، ثم ان أوقعوا العقد الثانى بأن باعه الدار أو أقرضه الدراهم مع علمهما بفساد الأول صح والا فلا ومحل فساد الأول ان وقع الشرط فى صلب العقد والا فلا يضر إهـ .

) وعبارته غاية تلخيص المراد ص 122) : ( مسئلة ) تعاطى العقود الفاسدة حرام اذا قصد بها تحقيق حكم شرعي ويأثم العالم بذلك ويعزر لا ما صدر عنه تلاعبا او لم يقصد به تحقيق حكم لم يثبت مقتضاه عليه إهـ .

) وعبارته الأشباه والنظائر ص 287) : القاعدة الخامسة تعاطى العقود الفاسدة حرام كما يؤخذ من كلام الأصحاب فى عدة مواضع إهـ .

)فعلى الأول أسنى المطالب الجزء الثانى ص 3) وهو عدم صحة البيع بالمعاطاة ( المقبوض بها كالمقبوض بالبيع الفاسد فيطالب كل صاحبه بما دفع اليه ان بقي وببدله ان تلف .

) وعبارته الحاوى للفتاوى الجزء الأول ص 109) : اعلم ان كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة الى التوبة منها والتوبة من حقوق الله يشترط فيها ثلاثة أشياء أن يقلع عن المعصية فى الحال وان يندم على فعلها وان يعزم ان لايعود اليها ، والتوبة من حقوق الآدميين يشترط هذه الثلاثة ورابع وهو رد الظلامة الى صاحبها وطلب عفوه عنها والإبراء منها .

Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 05 Maret 2014

1 komentar:

  1. Bingung cara memulai atau bergabung dengan sebuah MLM ? Caranya adalah kamu harus menjawab pertanyaan APAKAH PRODUK YANG SAYA BUTUHKAN ? Bila kamu sudah menjawab itu, kemungkinan besar kamu akan sukses di sebuah bisnis MLM. Karena ciri sebuah perusahaan MLM adalah bila memiliki sebuah produk yang eksklusif dan memiliki pabrik sendiri. Apabila sebuah perusahaan memiliki sebuah produk tetapi tidak memiliki pabrik, kemungkinan bisnis ini tidak lama. Bisnis MLM seperti bisnis investasi, dimana kamu menanamkan sejumlah modal dan mengharapkan keuntungan. Namun MLM itu sangatlah mudah dijalankan bila kamu bekerja dengan kelompok atau tim. Tidak mungkin kamu bekerja sendiri dan mengharapkan hasil yang maksimal. Jadi perhatikan juga SUPPORT TEAM bila ingin bergabung dengan sebuah bisnis MLM.

    Cek disini http://bisnis-baru-indonesia.blogspot.co.id/2016/02/compensation-plan.html

    BalasHapus