A.
Kabar Ghaib
Bermula dari kabar ghaib sebagian orang-orang yang ma’rifat
kepada Allah menyebutkan bahwa dalam setiap tahun akan turun 320.000
malapetaka. Semuanya terjadi pada Rabu terakhir bulan Shafar. Sehingga hari
tersebut menjadi hari tersulit dalam hari-hari tahun itu. (Imam ad-Dairabiy dalam Na’t al-Bidayat wa Tausyifu
Nihayat halaman 195 atau lebih dikenal Mujarrabat ad-Dairabiy
al-Kabir, Syaikh al-Buni
dalam al-Firdaus, Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Nihayat az-Zain
halaman 63, Syaikh al-Kamil Faridudin dalam Jawahir al-Khamsi halaman
50-51, Syaikh Imam Hamid al-Quds mufti sekaligus Imam Masjidil Haram Mekah
dalam kitabnya Kanz an-Najah wa as-Surur, dan beberapa ulama lainnya).
Ada dua kemungkinan sebab orang yang menolak kabar ghaib
tersebut, karena tidak mempercayai karomah dan atau belum menemukan dasar
dalilnya. Mengenai karomah, Ahlussunnah wal Jama’ah tidak menyangsikan lagi
akan kebenaran dan keberadaannya pada hamba-hamba Allah yang terkasih (Auliya’).
Namun bagi sebagian orang (tetangga sebelah) ada yang sama sekali menolak dan
tidak mempercayainya. Padahal kalau kita ambil warning dari panutan utama
mereka, yakni Ibnu Taimiyah, kita akan temukan beliau termasuk ulama yang sangat
mempercayai adanya karamah:
ومن أصول أهل السنة : التصديق بكرامات
الأولياء وما يجري الله على أيديهم من
خوارق العادات في أنواع العلوم والمكاشفات
“Diantara prinsip Ahlussunnah adalah mempercayai karamah
para wali dan apa yang dijalankan oleh Allah melalui tangan-tangan mereka
berupa perkara yang menyalahi adat dalam berbagai macam ilmu pengetahuan dan
mukasyafah.” (Al-‘Aqidah al-Wasithiyyah).
Adapun dari segi dasar dalilnya, Ibn Abbas Ra. Meriwayatkan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي
الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ.
“Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya sial
terus.” (HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir,
al-Khathib al-Baghdadi, al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir
juz 1 halaman 4 dan al-Hafidz Ahmad bin ash-Shiddiq al-Ghumari dalam al-Mudawi
li-‘Ilal al-Jami’ ash-Shaghir wa Syarhai al-Munawi juz 1 halaman 23).
Hadits di atas kedudukannya memang dha’if (lemah).
Tetapi meskipun hadits tersebut lemah, posisinya tidak dalam menjelaskan suatu
hukum, tetapi berkaitan dengan bab targhib dan tarhib (anjuran
dan peringatan), yang disepakati otoritasnya di kalangan ahli hadits sejak
generasi salaf.
B.
Shalat Rebo Wekasan
Setiap Rabu terakhir bulan Shafar, sebagian besar kaum
Muslimin Nusantara melakukan shalat sunnah memohon kepada Allah Swt. agar
dijauhkan dari berbagai malapetaka. Namun ada pula yang menentang amaliah
shalat sunnah Rebo Wekasan tersebut dengan berlandaskan pada pernyataan Syaikh Zainuddin al-Malibari
dalam kitab Irsyad al-‘Ibad yang mengatakan bahwa hal itu termasuk
bid’ah madzmumah (tercela). Sebenarnya kalau kita mau telaah lagi, shalat
sunnah Rebo Wekasan tidak bertentangan sama sekali dengan pernyataan Syaikh
Zainuddin al-Malibari.
Akan
tetapi, demi tidak memperpanjang pembahasan, sebagai jalan keluarnya bagi orang
yang ingin melaksanakan shalat tersebut adalah sesuai dengan tuntunan Syaikh al-Kamil
Fariduddin dalam kitab Jawahir al-Khamis. Beliau menyarankan hendaknya dalam
shalat tersebut diniati melaksanakan shalat sunnah mutlak. Dimana shalat mutlak
adalah shalat yang tidak dibatasi oleh waktu, sebab dan bilangannya.
Begitupula
menurut KH. Bisyri Mustofa, beliau mengetengahkan solusi mendamaikan dua kutub
yang bertentangan ini yakni niat shalatnya adalah niat shalat muthlaq. Hal ini
juga berlaku dalam shalat-shalat lain yang tidak ada dalil al-Quran dan
al-Hadits seperti shalat sunnah Anisul Qabri.
C. Amaliah Rebo Wekasan
1. Sholat
Rebo Wekasan
Adalah shalat 4 rakaat yang dilaksanakan pada Rabu
terakhir bulan Shafar yang bertujuan meminta kepada Allah agar diselamatkan
dari malapetaka pada hari itu dan hari-hari selanjutnya sampai setahun yang
akan datang. Shalat ini dilaksanaan setelah shalat Isya dan sebelum shalat Witir.
Tatacara pelaksanaannya adalah:
Niat shalatnya adalah shalat sunnah mutlak,
atau bisa dengan niat khusus berikut ini:
أُصَلِّى سُنَّةً
لِيَوْمِ اْلأَ خِرِ مِنْ شَهْرِ الصَّفَرِ لِدَفْعِ اْلبَلاَء ِرَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ
تَعَالَى أَللهُ أَكْبَرْ
“Aku niat shalat sunnah hari terakhir bulan Shafar
sebanyak dua rakaat agar dijauhkan dari malapetaka karena Allah Ta’ala.”
Setelah selesai membaca al-Fatihah pada
tiap-tiap rakaat membaca surat al-Kautsar 17 kali, surat al-Ikhlas 5 kali dan
surat al-Mu’awwidzatain 1 kali. Setelah salam membaca bacaan berikut ini
masing-masing sebanyak 70 kali:
سُبْحَانَ
اللهِ وَاْلحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ
وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باِللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ…
إِياَّكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ…
Lalu membaca doa shalat sunnah Rebo Wekasan sebagai
berikut:
أَللَّهُمَّ
يَا شَدِيْدَ اْلقَوِىِّ وَيَاشَدِيْدَ اْلمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّلْتَ بِعِزَّتِكَ
جَمِيْعَ خَلْقِكَ إِكْفِنِىْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَامُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا
مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ
يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ أَللَّهُمَّ بَسِّرْ اْلحَسَنَ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ
إِكْفِنِىْ شَرَّ هَذَا اْليَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ
يَا دَافِعَ اْلبَلِيَاتِ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّابِاللهِ
اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ اَللَّهُمَّ إِعْصِمْنَا
مِنْ جَهْدِ اْلبَلاَءِ وَدَرْكِ الشَّقَاءِ وَسُوْءِ اْلقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ اْلأَعْدَاءِ
وَمَوْتِ اْلفُجْأَةِ وَمِنْ شَرِّ السَّامِ وَالْبَرْسَامِ وَالْحُمَى وَاْلبَرَصِ
وَاْلجُذَامِ وَاْلأَسْقَامِ وَمِنْ جَمِيْعِ اْلأَمْرَاضِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى َسِّيدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمْ .
Tata cara shalat Rebo Wekasan menurut fersi
lain adalah pertama berniat shalat sunnah mutlak:
أُصَلِّى سُنَّةً
مطلقة ركعتين مأموما / إماما لله تعالى الله أكبر
“Aku niat shalat sunah Mutlak dua rakaat menjadi
makmum/imam karena Allah Ta’ala.”
Rakaat pertama setelah al-Fatihah membaca surat
al-Falaq 10 kali. Pada rakaat kedua setelah al-Fatihah membaca surat an-Nas 10
kali. Setelah salam membaca:
أستغفر
الله العظيم x 10
اللهم صل
على سيدنا محمد x
10
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidatuna
Fathimah Ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:
مَنْ صَلىَّ
لَيْلَةَ اْلأَرْبِعَاءِ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَاءُ فِى اْلأُوْلَى فَاتِحَةَ اْلكِتَابِ
وَقُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ اْلفَلَقْ عَشْرَ مَرَّاتٍ وَفِى الثَّانِيَّةِ قُلْ أَعُوْذُ
بِرَبِّ النَّاسِ عَشْرَ مَرَّاتٍ ثُمَّ إِذَا سَلَمَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ عَشْرَمَرَّاتٍ
ثُمَّ يُصَليِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَشْرَمَرَّاتٍ نَزَلَ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ سَبْعُوْنَ
أَلْفَ مَلَكٍ يَكْتُبُوْنَ ثَوَابَهُ إِلَى يَوْمِ اْلقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang berkenan mengerjakan
shalat 2 rakaat di malam Rabu, pada rakaaat pertama membaca surat al-Fatihah dan
al-Falaq 10 kali dan pada rakaat kedua membaca al-Fatihah dan an-Nas 10 kali,
kemudian setelah salam membaca istighfar 10 kali dan shalawat 10 kali maka 70
malaikat turun dari langit yang bertugas mencatatkan pahalanya sampai hari
kiamat.”
Menurut sebagian ulama: “Balak atau malapetaka
yang ditakdirkan oleh Allah Swt. akan terjadi selama satu tahun itu semuanya
diturunkan dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia pada malam Rabu terakhir bulan Shafar.
Maka barangsiapa yang bersedia menulis 7 ayat di bawah ini kemudian dilebur dengan
air lalu diminum, maka orang tersebut akan dijauhkan dari malapetaka. Ayatnya adalah sebagai berikut :
سَلَامٌ
قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ , سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ , سَلَامٌ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ , سَلَامٌ عَلَى مُوسَى وَهَارُونَ
سَلَامٌ
عَلَى إِلْ يَاسِينَ , سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ ,
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ.
Atau
lazimnya ayat-ayat tersebut dikombinasikan dengan bentuk sesuai dengan yang ada
pada gambar di atas.
Wallahu Al-Musta’an A’lam.
Sya’roni As-Samfuriy,
Cilangkap Jaktim 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar