10 Nopember
harus jadi momen untuk mengingat jasa para pahlawan dan ulama yang memerdekakan
bangsa Indonesia. Untuk itulah umat Islam dihimbau memperbanyak haul
(peringatan wafatnya) para pahlawan, ulama dan wali sebagai bentuk ketaatan
kepada orang tua dan guru.
Dan juga
alangkah baiknya para guru, kyai maupun ustadz mengajak anak-anak didiknya
bukan hanya berziarah ke makam wali Sembilan dan wali-wali lainnya, melainkan
amat perlu juga ke makam para pahlawan seperti Jendral Soedirman, Pangeran
Diponegoro, Pangeran Sentot Prawirodirjo dan para pahlawan lainnya.
Supaya “ora
kepaten obor karo nglaleake wong tuwa” (tidak kehilangan cahaya dan
melupakan jasa-jasa dan perjuangan orang tua terdahulu). Wudhunya mereka sudah
bisa menjadi filter. Apalagi setiap anggota badan kita pasti mempunyai dosa.
Jadi wudhu bukan sekadar untuk syarat sah shalat saja, tapi sebagai filter
segala perilaku kita.
Bangsa ini harus
menghargai jasa-jasa mereka, para pahlawan dan salafus shalihin (para ulama
terdahulu). Sosok salafus shalihin tidak akan menjual harga dirinya dengan
apapun. Alih-alih jika mereka berdakwah dan kebetulan memiliki hasil pertanian
maka sebagiannya akan diberikan kepada umat.
Ulama terdahulu
memberikan uswatun hasanah, suri tauladan yang baik. Tidak seperti saat ini,
ada golongan yang mengaku-ngaku bersih tetapi tidak bisa memberikan uswah,
teladan. Meski kita geram tetapi kita sebagai umat Islam sebenarnya kena imbas
kelompok yang mengaku-ngaku bersih tetapi nyatanya malah sebaliknya. Seharusnya
kita malu dengan pahlawan-pahlawan kita, ulama-ulama terdahulu kita.
“Dengan 10
Nopember sejarah mengawal bangsa dalam mengisi kemerdekaan untuk memperkokoh
NKRI.” Pekalongan, 10 Npember 2013. (Maulana al-Habib M. Luthfi bin Yahya).
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap 10 Nopember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar