Halaman

Jumat, 02 Agustus 2013

JANGAN SAMPAI KITA MENYESAL AKIBAT JAUH DARI PARA ULAMA

JANGAN SAMPAI KITA MENYESAL AKIBAT JAUH DARI PARA ULAMA



Di Jakarta dikenal banyak para alim ulamanya. Mereka adalah panutan para warga Jakarta khususnya di kalangan para masyayikh dan warga sekitarnya. Pada zaman Belanda ada Habib Utsman bin Yahya yang lebih dikenal dengan Sayyid Utsman Mufti Betawi.

Setelah Habib Utsman bin Yahya wafat, yang paling berpengaruh ialah Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi yang lebih mahsyur dengan sebutan Habib Ali Kwitang. Bisa dikatakan beliau menjadi pusat rujukan seluruh para ulama.

Dan setelah Habib Ali wafat, banyak para ulama di waktu itu memusatkan rujukannya kepada Habib Ali bin Husein al-Atthas, yang mana pada waktu itu juga ada Habib Zein ash-Sholabiyah al-Aydrus dari Kerukut.

Dan setelah keduanya tiada, boleh dikatakan semua ulama tertuju kepada Habib Muhammad bin Ahmad al-Haddad al-Hawi. Dan zaman terus berganti sampai pada masa wafatnya Habib Muhammad al-Haddad seluruh ulama dan jamaah langsung tertuju kepada Habib Abdullah bin Salim al-Atthas Kebon Nanas sampai pada tahun 1980. Dimana Habib Abdullah wafat di tahun itupun ulama dan jamaah tidak susah menentukan harus ke mana, tujuan mereka adalah Habib Abdullah bin Husein bin Muchsin asy-Syami al-Atthas Batu Ceper Jakarta.

Era tahun 80-an ulama makin berkurang satu demi satu sampai yang tertinggal hanya jamaah yang mencari ulama yang tersimpan. Pada waktu itu masyhur di kalangan jamaah sebuah ungkapan: “Ente kalo mau masuk Madraseh masuk aje ke Bukit Duri. Di sane ade Ustadz Habib Abdurrahman Assegaf yang siap mendidik. Kalo ente mau nanye masalah ilmu fiqih tinggal dateng ke daerah Batu Ceper tempatnye Habib Abdullah asy-Syami al-Atthas yang siap ngejawabnye. Terus kalo ente mau minta doa biar hasil maksudnye qobul tinggal ke Cipayung nemuin Habib Umar bin Hasan bin Hud al-Atthas.”

“Dan ketiga mereka kini telah tiada. Sekarang kita mau ke mana? Ke tempat siapa? Dan lalu bagaimana?” Begitulah umat bertanya-tanya.

“Mau ke mana kita?” Ayyuhal ahibba-ilkiram. Saat ini kita bagai anak yatim yang ditinggalkan orang tua. Saat ini kita merasa hilang arah karena tanpa cahaya, tanpa petunjuk nyata. Kita ini bagai orang buta, tuli dan bisu yang mudah ke sana dan ke mari.

Kita bagai berada di tengah samudera yang sedang mengombang-ambingkan perahu kita. Perahu yang tanpa layar berkembang yang siap digulung ombak besar lalu karam di dasar laut yang gelap hitam kelam. Apabila di sekitar kita masih ada ulama, jaga mereka, ikuti mereka, jangan sampai kita menyesal sejadi-jadinya karena jauh dari mereka.

Keterangan foto: Habib Muhammad bin Ali al-Habsyi (yang memeganginya adalah Habib Muhammad bin Husein al-Atthas), Habib Novel bin Jindan, Habib Abdullah asy-Syami al-Atthas, Hbib Syaikh bin Abubakar Assegaf, Habib Muhammadil Bagir al-Atthas. Foto diambil pada tahun 1992.

Klik link asal di sini:


1 komentar:

  1. Salah satu anak dari Syadil Walid Al Habib Abdurrahman Assegaf, Bukit Duri yaitu Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf, dapat dijadikan salah satu rujukan dalam menuntut ilmu.

    BalasHapus