BERBEDA TIDAK HARUS BERMUSUHAN
“Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat”
Perbedaan
adalah sunnatullah dalam hidup. Setiap manhaj yang benar atau pemikiran yang
lurus, dalam praktiknya dan pelaksanaannya pasti ada keanekaragaman. Begitu pula
pemikiran dan manhaj yang menyimpang, praktik dan pelaksanaanya juga pasti
bermacam-macam dan berbeda-beda. Dengan demikian, kita harus memahami bahwa
masalah ini adalah sunnatullah yang tidak dapat kita hindari dalam hidup ini
(hal. 72-73).
Imam
Malik bin Anas yang bergelar Imamu Daril Hijrah pernah ditawari penguasa pada
waktu itu supaya kitab Muwattha’-nya
digantungkan di Ka’bah agar tidak terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat
Islam dalam menentukan hukum karena memiliki satu rujukan saja. Akan tetapi,
Imam Malik menolak rencana itu. Beliau menegaskan: “Jangan, karena para sahabat Rasulullah berbeda pendapat dalam masalah
furu’, sedangkan mereka telah tersebar di berbagai negara, dan semuanya telah
lewat.” (hal. 15).
Rasulullah
Saw. sendiri telah memberikan contoh mengenai bagaimana sikap yang seharusnya
kita ambil dalam menghadapi perbedaan pendapat. Suatu ketika Rasulullah Saw. memerintahkan
pada sekelompok sahabat untuk tidak melakukan shalat Ashar, kecuali di
perkampungan Banni Quraidzah. Ternyata sebelum mereka sampai di tempat tersebut
waktu Ashar sudah hampir habis, sehingga sebagian sahabat terpaksa melakukan
shalat berdasarkan ijtihadnya, dan sebagian yang lain melakukan shalat Ashar setelah
mereka sampai di tempat yang ditentukan Rasulullah Saw. Kelompok yang kedua ini
juga melakukan ijthad dengan mengambil dzahir teks perintah. Setelah kasus ini
sampai kepada Rasulullah Saw., beliau membenarkan semua yang dilakukan para
sahabatnya. (hal.13-14).
Itulah
spirit yang dibawa al-Habib Hamid Jakfar al-Qadri dalam bukunya “Bijak
Menyikapi Perbedaan Pendapat”. Penulis sendiri adalah murid dari al-Habib Umar
bin Hafidz, seorang ulama Hadramaut yang menduduki posisi 50 urutan teratas
dari The Muslim 500 : The World’s 500 Most Influential Muslims yang diterbitkan
oleh Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University, AS.
Al-Habib
Umar bin Hafidz, disamping pengasuh Dar al-Musthafa, beliau juga termasuk salah
satu dari penandatangan dua dokumen internasional yang berpengaruh, yaitu
Risalah ‘Amman (2005) dan A Common Word (2007). Risalah ‘Amman mengakui adanya
beberapa madzhab dari Islam, melarang saling mengkafirkan diantara mereka, dan
menyerukan persaudaraan muslim dari berbagai madzhab. Adapun Common Word
(Kalimatun Sawa’) adalah surat terbuka yang ditulis oleh para ulama terkemuka
dari banyak negara kepada para pemimpin Kristen. Surat ini menunjukkan betapa
ajaran Islam untuk menyembah Tuhan dan mengasihi sesama memiliki banyak kemiripan
dengan ajaran Kristen. Surat terbuka ini telah direspons secara amat positif
oleh para pemimpin dan membuka banyak inisiatif dialog antariman di dunia.
Al-Habib
Umar bin Hafidz adalah salah satu dari 138 penandatangan awal surat terbuka
itu. Surat itu diantaranya mengingatkan bahwa umat Muslim dan Kristen merupakan
lebih dari setengah populasi dunia. Tanpa perdamaian dan keadilan diantara
kedua umat itu, tak akan tercipta perdamaian dunia. (hal viii-ix).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar