Halaman

Senin, 05 Agustus 2013

BERBEDA TIDAK HARUS BERMUSUHAN

BERBEDA TIDAK HARUS BERMUSUHAN



“Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat”

Perbedaan adalah sunnatullah dalam hidup. Setiap manhaj yang benar atau pemikiran yang lurus, dalam praktiknya dan pelaksanaannya pasti ada keanekaragaman. Begitu pula pemikiran dan manhaj yang menyimpang, praktik dan pelaksanaanya juga pasti bermacam-macam dan berbeda-beda. Dengan demikian, kita harus memahami bahwa masalah ini adalah sunnatullah yang tidak dapat kita hindari dalam hidup ini (hal. 72-73).

Imam Malik bin Anas yang bergelar Imamu Daril Hijrah pernah ditawari penguasa pada waktu itu supaya kitab Muwattha’-nya digantungkan di Ka’bah agar tidak terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam menentukan hukum karena memiliki satu rujukan saja. Akan tetapi, Imam Malik menolak rencana itu. Beliau menegaskan: “Jangan, karena para sahabat Rasulullah berbeda pendapat dalam masalah furu’, sedangkan mereka telah tersebar di berbagai negara, dan semuanya telah lewat.” (hal. 15).

Rasulullah Saw. sendiri telah memberikan contoh mengenai bagaimana sikap yang seharusnya kita ambil dalam menghadapi perbedaan pendapat. Suatu ketika Rasulullah Saw. memerintahkan pada sekelompok sahabat untuk tidak melakukan shalat Ashar, kecuali di perkampungan Banni Quraidzah. Ternyata sebelum mereka sampai di tempat tersebut waktu Ashar sudah hampir habis, sehingga sebagian sahabat terpaksa melakukan shalat berdasarkan ijtihadnya, dan sebagian yang lain melakukan shalat Ashar setelah mereka sampai di tempat yang ditentukan Rasulullah Saw. Kelompok yang kedua ini juga melakukan ijthad dengan mengambil dzahir teks perintah. Setelah kasus ini sampai kepada Rasulullah Saw., beliau membenarkan semua yang dilakukan para sahabatnya. (hal.13-14).

Itulah spirit yang dibawa al-Habib Hamid Jakfar al-Qadri dalam bukunya “Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat”. Penulis sendiri adalah murid dari al-Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama Hadramaut yang menduduki posisi 50 urutan teratas dari The Muslim 500 : The World’s 500 Most Influential Muslims yang diterbitkan oleh Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University, AS.

Al-Habib Umar bin Hafidz, disamping pengasuh Dar al-Musthafa, beliau juga termasuk salah satu dari penandatangan dua dokumen internasional yang berpengaruh, yaitu Risalah ‘Amman (2005) dan A Common Word (2007). Risalah ‘Amman mengakui adanya beberapa madzhab dari Islam, melarang saling mengkafirkan diantara mereka, dan menyerukan persaudaraan muslim dari berbagai madzhab. Adapun Common Word (Kalimatun Sawa’) adalah surat terbuka yang ditulis oleh para ulama terkemuka dari banyak negara kepada para pemimpin Kristen. Surat ini menunjukkan betapa ajaran Islam untuk menyembah Tuhan dan mengasihi sesama memiliki banyak kemiripan dengan ajaran Kristen. Surat terbuka ini telah direspons secara amat positif oleh para pemimpin dan membuka banyak inisiatif dialog antariman di dunia.


Al-Habib Umar bin Hafidz adalah salah satu dari 138 penandatangan awal surat terbuka itu. Surat itu diantaranya mengingatkan bahwa umat Muslim dan Kristen merupakan lebih dari setengah populasi dunia. Tanpa perdamaian dan keadilan diantara kedua umat itu, tak akan tercipta perdamaian dunia. (hal viii-ix).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar